yang udah baca

Minggu, 28 November 2010

Menikah Tanpa Cinta

Bagi sebagian besar rakyat Indonesia,menikah tanpa cinta mungkin hanya cocok untuk jaman siti nurbaya. Saat ini saling mencintai menjadi alasan yang paling sering digunakan oleh dua sedjoli untuk menikah dan membina keluarga. Rasa cinta di antara mereka dianggap sudah cukup mumpuni untuk menjadikan keluarganya sakinah, mawadah dan warammah. Mungkinkah jika di jaman sekarang ini kita menikah tanpa harus saling mencintai???. Mungkinkah sepasang pemuda dan pemudi tanpa ada rasa cinta di antara mereka???.
Catatan singkat ini mencoba untuk sedikit mengupasnya. Tidak bisa dipungkiri rasa cinta seorang manusia terhadap lawan jenisnya adalah fitrah, dan itu adalah bagian dari anugerah Allah SWT. Karena itu wajar jika rasa cinta menjadi salah satu alasan utama untuk menikah. Tapi apakah menikah itu hanya urusan dunia,tentu tidak menikah adalah urusan dunia dan sekaligus juga urusan akhirat. Dan apakah rasa cinta sesama manusia juga merupakan urusan dunia dan akhirat, rasa cinta sesama manusia akan berakhir seiring berakhirnya hidup seorang manusia di dunia. Karena itu perlu sesuatu yang lebih dari sekedar rasa cinta untuk alasan menikah.

Kembali pada pertanyaan sebelumnya,mungkinkah sepasang pemuda dan pemudi menikah tanpa rasa cinta di antara mereka. Bagaimana jika sepasang pemuda dan pemudi menikah dengan alasan rasa cintanya terhadap Allah SWT dan rasulNya. Dengan rasa cinta terhadap Allah SWT seorang manusia akan selalu berusaha untuk menyenangkanNya dengan berbuat hal-hal yang mulia di hadapan Allah SWT, dan bukankah rasulullah bersabda bahwa tidak ada hal yang lebih mulia,selain seorang suami yang memuliakan isterinya. Dan tentu saja rasa cinta terhadap Allah SWT juga membuat seorang manusia takut untuk berbuat hal-hal yang hina di hadapanNya,dan sekali lagi Rasulullah SAW memperingatkan bahwa tidak hal yang lebih hina selain seorang suami yang menghinakan isterinya. Selain itu tidak ada contoh rumah tangga yang lebih sempurna,selain rumah tangga Rasulullah SAW,rumah tangga seorang kekasih Allah.
Jadi masih perlukah untuk saling mencintai menjadi alasan untuk menikah? Masih belum cukupkah rasa cinta terhadap Allah SWT dan rasulNya menjadi alasan untuk menikah? Jadi apakah rasa cinta trhadap Allah SWT mampu membuat seorang suami bisa membahagiakan isterinya? Jadi apakah rasa cinta terhadap Allah SWT bisa menjadikan seorang wanita menjadi isteri yang shaliha?

NB : kupersembahkan untuk seluruh teman,sahabat dan saudara serta untuk aku sendiri,yang sampai saat ini masih berusaha untuk menyempurnakan rasa cinta terhadap Allah SWT dan rasulNya.
selanjutnya....

Sabtu, 28 Agustus 2010

Bisakah Aku.....

Aku brtanya kpada bnyak orang,mreka mngatakan bahwa itu adalah hal yg mustahil......

Aku brtanya kpada seorang teman,dia mngatakan bahwa aku tak mungkin bisa melakukannya.....

Aku brtnya kepada seorang shabat,dia brkata lebih baik mnyerah drpd brakhir kecewa & sia-sia......



Kemudian aku bermusyawarah dengan Allah SWT,beristikharah....

Allah SWT meyakinkan aku,bahwa tdak ada hal yg mustahil bagiNya....

Allah SWT membuatku percaya,bahwa dgn kehendakNya smua hal mungkin untuk terjadi....

dan Allah SWT telah brjanji melalui firman2Nya,bahwa tdak ada doa&ikhtiar yg akan berakhir sia-sia.... selanjutnya....

Senin, 31 Mei 2010

Tuhan pun Punya Malu

Aku adalah seorang muslim biasa dengan pengetahuan tentang agama yang juga biasa-biasa saja, aku jarang sekali mengikuti pengajian ataupun hal-hal yang sejenis. Kalaupun mendengar pengajian aku hanya mendengarnya lewat televisi, radio ataupun media lainnya. Karena itu sebelumnya aku mohon maaf bila tulisan ini bukan tulisan yang bagus, mohon maaf jika tulisan ini penuh dengan kesalahan. Aku hanya mencoba menuangkan pemikiran dan gagasan ku dengan harapan tulisan ini dapat memberi tambahan wawasan serta menjadi bahan renungan,baik untuk aku sendiri ataupun semua pembacanya.
Aku terkejut ketika membaca sebuah tulisan di internet,tulisan ini di buat oleh Ahmad Sarwat, Lc yang membahas tentang “Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa” , salah satu hadist yang digunakan sebagai dalil menarik perhatianku dan menggelitik ruang pikirku. Hadist itu adalah ;
Dari Salman Al-Farisy ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Tuhan kalian Maha Hidup ‏dan Maha Pemberi. Dia malu kepada hamba-Nya, bila hamba itu mengangkat kedua tangannya, namun mengembalikannya dengan tangan kosong." (HR Abu Daud, Tirmizy dan Ibnu Majah)
Kalimat terakhir dalam hadist itu memberiku inspirasi untuk membuat tulisan ini, ya benar kalimat “Dia malu kepada hamba-Nya, bila hamba itu mengangkat kedua tangannya, namun mengembalikannya dengan tangan kosong” menggelitik ruang pikiranku. Aku tak dapat membayangkan bagaimana Allah SWT yang Maha Kuasa,Maha Agung dan Dzat yang melebihi segalanya, masih memiliki malu. Sedangkan banyak sekali manusia yang tidak lagi memiliki malu, padahal manusia itu hanya mahkluk lemah, mahkluk yang tak berdaya. Manusia adalah bukan siapa-siapa di hadapan Allah SWT, tapi terkadang manusia tak punya malu dan anehnya lagi sering kita bangga akan hal itu….Astagfirullah….
Begitu banyak anugerah yang telah diberikan Allah SWT kepada kita, bahkan mungkin tak terhitung jumlahnya,tapi tanpa rasa malu kita masih saja tetap meminta dan meminta, tanpa rasa malu kita tetap memohon begitu banyak hal padaNya. Memang Allah tak pernah melarang kita untuk berdoa dan meminta, bahkan Allah mewajibkan setiap hambanya untuk memohon dan berdoa hanya kepadaNya. Tapi sudah sewajarnya kita meneteskan air mata dalam setiap doa yang kita ucapkan, bukan untuk mengiba ataupun memelas, tetapi untuk menunjukkan bahwa kita sebenarnya malu untuk meminta. Kita harus malu karena Allah sudah memberi kita begitu banyak,kita harus malu karena kita seperti orang yang tak tahu diri, terus saja meminta meskipun sudah diberikan begitu banyak hal. Kita harus malu,karena kita seperti tak pernah berterimakasih kepadaNya. Kita harus malu meskipun kita tak punya pilihan lain selain meminta kepadaNya.
Dan yang seharusnya membuat kita lebih malu lagi adalah ketika keinginan kita tak berwujud, ketika mimpi kita tak tercapai, kita sering menggerutu dan seolah-olah seperti sedang menyalahkan Allah. Kita harus sering mengingat bahwa Allah tidak selalu memberi apa yang kita inginkan, tapi Allah selalu memberi apa yang kita butuhkan. Kita harusnya malu,karena kita hanya mampu menggerutu. Kita seharusnya malu karena keinginan yang tak terwujud ataupun mimpi yang tercapai itu adalah karena kesalahan kita sendiri, karena kita yang kurang berusaha.
Bukan hanya tak punya malu dalam meminta dan berdoa, terkadang kita juga tak punya malu dalam berbuat salah dan dosa….Masya’Allah….Entah beberapa kali kita berbuat dosa dan salah tanpa rasa malu sedikitpun. Ketika berbuat salah dengan entengnya kita berkata “kita kan hanya manusia”, kita semua memang hanya manusia yang lemah dan tak berdaya,tapi itu bukan alasan untuk berbuat salah tanpa rasa malu. Ingat Allah menganugerahi kita dengan pikiran yang mampu membedakan mana yang benar dan salah,dan nurani yang mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Karena itu ketika berbuat salah dan dosa, kita seharusnya malu karena tak mampu mempergunakan anugerah dari Allah yang berupa pikiran dan nurani. Dan seharusnya rasa malu itu mampu mencegah kita untuk mengulangi kesalahan sama dan mampu mengubah diri kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Sebenarnya setiap manusia memiliki rasa malu, tapi terkadang rasa malu itu terkubur dalam kesombongan dan keangkuhan yang tak pantas dimiliki oleh manusia. Karena itu kita harus sering merendahkan diri di hadapan Allah, membuang semua keangkuhan dan kesombongan yang ada dan kembali menumbuhkan rasa malu yang masih tersisa dalam diri kita.

R.S. Dewantoro selanjutnya....

Terpaksa Jatuh Cinta

Aku pernah berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak mudah jatuh cinta dan untuk jatuh cinta hanya kepada wanita yang sudah pasti juga mencintaiku. Aku juga berjanji untuk tidak membiarkan hatiku kembali terluka dan berjanji untuk tidak lagi membuat mimpi-mimpiku berakhir kecewa.Aku tidak ingin lagi jatuh cinta dan kemudian berakhir sia-sia.
Tapi tampaknya aku harus meminta maaf kepada diriku, hatiku dan juga mimpi-mimpiku, karena aku telah jatuh cinta lagi. Karena mungkin aku akan terluka lagi dan karena mungkin semuanya akan kembali berakhir sia-sia.
Selama hampir 1,5 tahun, wanita dan cinta tidak menjadi prioritas utama buatku. Memiliki usaha yang mandiri menjadi peringkat teratas dalam daftar impianku. Selama 1,5 tahun itu tak satupun wanita yang membuatku tertarik, tak peduli seberapa mempesonanya dia. Tetapi semuanya berubah ketika aku memulai bekerja d tempat yang baru, di tempat itu aku bukan satu-satunya orang baru, lebih dari duapuluh orang juga bersatus pegawai baru. Dan satu diantara mereka berhasil membuatku terpesona.
Entah keindahan senyumnya atau mungkin suara tawanya yang menggetarkan hati,mampu mencuri perhatianku. Penampilannya yang sederhana dan biasa, gaya bicaranya, serta ide dan pemikirannya benar-benar membuatku terpesona. Aku pun mencoba untuk lebih mengenalnya, mencoba mengetahui siapa dia sebenarnya,dan ternyata dia hanyalah wanita biasa yang begitu istimewa. Aku yakin dia bukan wanita terindah yang pernah diciptakan Allah, aku yakin Allah menciptakan banyak wanita yang jauh lebih cantik daripada dia. Tapi kecantikannya sudah cukup untuk membuatku terpesona. Tapi keindahannya sudah sangat cukup untuk memaksaku jatuh cinta. Dan aku pun harus “terpaksa” jatuh cinta.
Bagi aku, jatuh cinta itu bukanlah hal yang bisa aku hadapi dengan mudah. Hampir setiap pagi aku merasa bahagia karena bisa bertemu dengan dia, tapi hampir setiap malam aku harus meneteskan air mata karena merindukan dia. Aku tak pernah mudah untuk mengungkapkan atau menunjukkan rasa cinta. Aku hanya bisa memendamnya, walau itu terasa sangat menyiksa. Aku ingin seperti kebanyakan pria yang dengan mudah mampu menunjukkan perhatian yang luar biasa terhadap wanita yang dicintainya. Tapi aku bukanlah mereka.
Aku ingin sekali menghabiskan sisa hidupku dengannya, aku ingin keindahanya menemaniku melewati waktu. Tapi aku tahu itu bukanlah hal yang mudah. Aku tak tahu bagaimana cara menghadapinya, aku hanya bisa bertanya “ Ya Allah,mungkinkah ini semua akan kembali berakhir sia-sia ”.
Hari ini semuanya terbukti, aku kembali menerima berita duka, hari ini aku harus memakamkan sebuah perasaan cinta, tanpa air mata, tapi bukan berarti tanpa luka dan kecewa.
R.S Dewantoro selanjutnya....

Senin, 15 Juni 2009

Pikiran Yang Terlarang

Aku tidak tahu apa ini bisa disebut anugerah atau hanya sebuah kutukan, aku memiliki kekuatan pikiran yang luar biasa. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pikiranku, tapi sayangnya hanya hal buruk yang bisa dilakukan pikiranku. Ketika aku memikirkan sesuatu yang buruk terjadi pada seseorang, maka hal itu dengan segera akan menjadi kenyataan. Kejadian pertama terjadi sekitar enam bulan yang lalu, ketika salah satu rekan kerjaku berusaha memfitnah aku, membuat aku tampak buruk dihadapan atasanku, rasa benci pun menyeruak dari dalam dada, hatiku berharap agar si tukang fitnah bisa mati tertabrak kereta api, pikiranku pun tak hentinya membayangkan kejadian tersebut. Dan pada saat pulang kantor, apa yang aku bayangkan terjadi, mobilnya mogok tepat di perlintasan kereta api, mobil dan tubuhnya hancur digilas roda kereta api tanpa ampun. Semula aku mengira bahwa kejadian itu hanya sebuah kebetulan belaka.
Kemudian kejadian kedua, membuat aku mulai meragukan bahwa apa yang terjadi itu hanya kebetulan belaka. Kali ini terjadi kepada atasan ku, beliau tanpa alasan jelas menurunkan jabatanku. Aku begitu marah, rasa dendam menggelora di dada. Terlintas di pikiranku betapa senangnya hatiku seandainya atasan ku itu mati. Terbayang sebuah kejadian yang mengerikan, andai saja lift di kantor ku tiba-tiba rusak dan jatuh kemungkinan besar atasanku akan meninggal karena ruangannya berada di lantai paling atas, beliau adalah orang yang paling sering menggunakan lift. Dan tiba-tiba aku mendengar suara teriakan, aku segera berlari mengikuti teman-teman yang lain menuju lantai dasar, sebuah pemandangan yang mengerikan, lift itu hancur berantakan setelah terjatuh bebas dari lantai 12 gedung ini. Ada 5 orang didalam lift pada saat kejadian tersebut, tapi hanya atasanku yang menjadi korban meninggal. Ada sedikit penyesalan di dalam hati, kenapa aku begitu tega membayangkan kematian atasan ku, meskipun mungkin kejadian itu tidak ada hubungannya dengan apa yang aku pikirkan.
Kejadian ketiga terjadi baru satu bulan yang lalu, membuat aku semakin yakin bahwa hal itu bukanlah sebuah kebetulan. Istriku berselingkuh dengan pria lain, aku tidak dapat bicara, hanya terdiam mendengar pengakuan istriku yang disampaikan tanpa rasa sesal. Aku ingin sekali marah, menampar bibirnya yang lancang berbicara, tapi aku terlalu lemah untuk itu. Kemarahan itu begitu hebat, membuat dadaku terasa sesak, dan sekali lagi pikiranku kembali berkhayal berharap bahwa istriku beserta selingkuhannya mati terbakar, seperti seorang pezina yang terbakar api neraka. Dua hari kemudian gedung apartemen yang mereka sewa berdua terbakar habis, mereka tidak sempat menyelamatkan diri. Dan yang lebih aneh korban kebakaran yang begitu dashyat itu hanya mereka berdua. Entah bagaimana pikiranku bisa menyebabkan semua itu, entah bagaimana pikiranku bisa memiliki kekuatan untuk merealisasikan apa yang ada di dalam pikiran ku.
Aku memang pernah membaca bahwa rahasia alam pikiran manusia tidak terbatas. Aku juga sering mendengar tentang beberapa orang yang mampu menggerakan benda dengan kekuatan pikiran mereka, atau biasa disebut telekinetika. Seseorang yang memiliki kemampuan telekinetik bisa menggerakan benda apa saja dengan kekuatan pikiran mereka, jika aku memang memiliki kekuatan yang serupa dengan itu, seharusnya pikiranku bisa merealisasikan banyak hal bukan hanya hal yang buruk saja tapi juga hal yang baik. Entah apa yang terjadi, mungkinkah ini suatu hal yang gaib, sesuatu hal yang di luar penalaran manusia. Aku tidak tahu. Tapi yang jelas aku harus mencoba untuk tidak membenci seseorang, mencoba untuk selalu berpikiran positif. Mencoba mengontrol emosi dan menjadi orang yang tidak mudah marah. Karena jika aku marah dan membenci seseorang aku takut pikiran burukku akan menyakiti mereka.
Aku mulai lelah menahan diri, keadaan ini membuat aku tertekan. Aku mencoba bantuan seorang profesional, aku berkonsultasi kepada psikolog mengenai permasalahan yang aku hadapi. Pasa awalnya DR. Laily tidak membantu banyak, dia hanya menyarankan aku untuk lebih bersikap tenang dan mengatakan bahwa apa yang aku alami saat ini hanya karena rasa bersalah. Dia mengatakan bahwa tidak mungkin pikiran seseorang mampu mengakibatkan kejadian-kejadian seperti itu, itu hanya sebuah imajinasi ku saja. Dia meminta aku untuk meyakinkan diri bahwa semua kejadian itu hanya sebuah kecelakaan saja dan tidak ada hubungannya dengan aku. Dia meminta aku untuk menghilangkan perasaan bersalah tersebut. Aku menuruti kata-katanya, mencoba menghibur diriku sendiri dan meyakinkan diri bahwa aku tidak bersalah. Perlahan tapi pasti kondisi kejiwaanku memulih, aku lebih tenang dan tidak merasa tertekan. Selain itu emosiku juga lebih stabil dan terkontrol.
Aku berterimakasih banyak kepadanya, dia sudah banyak membantu aku dalam menghadapi permasalahan hidupku. Penampilannyya yang menarik membuat aku bersimpati kepadanya. Sepertinya gairah hatiku untuk merasakan cinta mulai tumbuh kembali. Aku juga tidak menyangka bahwa DR. Laily menunjukkan respon positif atas usaha pendekatan yang aku lakukan. Malam ini aku akan pergi berdua dengan dia, mungkin hanya nonton film dan makan malam biasa tapi semoga bisa menjadi awal dari kehidupan yang lebih baik untuk kami berdua.
Ternyata malam ini cukup banyak orang yang ingin menonton film dan karena aku belum sempat memesan tiket maka aku harus antri terlebih dahulu. Dan tiba-tiba seorang pria bertubuh sedang menerobos antrian dan tanpa rasa bersalah langsung berdiri di hadapanku, aku hampir saja marah dan hampir saja aku berpikiran buruk tentang pria itu.
“ Udahlah santai aja, jangan diambil hati” DR.Laily berkata sambil memegang tanganku yang terkepal.
“ Enggak koq, gak marah. Cuma agak sebal aja”. Kata-katanya memang seperti embun bagiku, mampu menyejukkan hatiku yang panas karena amarah.
Aku yakin jika aku terus bersamanya maka kejadian-kejadian buruk itu tidak akan terjadi lagi, karena bersamanya aku merasa damai dan tenang.
Waktu sudah hampir jam sebelas malam dan aku harus segera menghantarkan dia kembali ke rumahnya. Mobilku berhenti di perempatan, karena lampu lalu lintas sedang merah. Entah bagaimana dan entah kenapa, sebuah pikiran buruk melintas di kepalaku, aku membayangkan mobilku ditabrak sebuah truk besar, truk itu menabrak dari sebelah kiri, mobilku pun hancur.
“ Hey ayo jalan, udah hijau tuh!” Kata-katanya membangunkan aku dari lamunan.
Aku pun menjalankan kendaraanku dengan hati-hati, aku tidak mau kejadian itu benar-benar terjadi. Sebuah truk bermuatan besi baja melaju kencang dari persimpangan, mencoba menerobos lampu lalu lintas yang sedang merah, dan sepertinya sopir truk tersebut tidak melihat mobilku yang sedang melintas. Truk itu menabrak dengan keras sebelah kiri mobilku, membuat mobilku terpental dan terguling. Aku pingsan, tak sadarkan diri.
Kepalaku masih agak pusing tapi aku mencoba untuk membuka mataku. Aku berada di dalam ambulan, mereka akan membawaku ke rumah sakit.
“ Tenang pak!Anda baik-baik saja. tidak ada luka serius ataupun patah tulang. Kami membawa anda ke rumah sakit hanya untuk memastikan saja” ujar seorang petugas medis berpakaian putih itu.
“ Lalu bagaimana keadaan teman saya?” aku bertanya memastikan keadaan DR.Laily
“ Truk itu menabrak bagian kiri mobil anda begitu keras. Sampai saat ini polisi masih berusaha mengeluarkan jenazah teman anda”
Air mataku meleleh, hati dan harapanku hancur. Kenapa ini harus terjadi?Kenapa pikiran buruk itu bisa tiba-tiba melintas?Padahal DR.Laily tidak pernah menyakitiku, dia tidak pernah membuat aku marah. Ini tidak adil, ini sangat tidak adil!!!
Aku masih belum ihklas dengan kejadian semalam. Dan aku masih belum tahu kenapa hal seburuk itu bisa dengan tiba-tiba melintas di pikiranku. Apa yang terjadi??apa mungkin pikiranku menjadi semakin kuat dan berbahaya sehingga “dia” tahu bahwa keberadaan DR.Laily akan membuat emosiku stabil dan terkontrol. Dan “dia” tahu jika emosiku stabil dan terkontrol, maka tidak ada hal buruk yang akan terjadi. Karena itu “dia” harus “membunuh” DR.Laily. jika itu memang terjadi maka aku harus segera menghentikan semua ini sebelum bertambah buruk. Aku mengambil sebuah silet yang terletak di laci kamar mandi, aku akan mengakhiri ini semua, aku akan bunuh diri. Dengan bunuh diri maka pikiranku juga akan mati dan tidak ada lagi kejadian buruk yang akan disebabkan pikiranku. Tapi tiba-tiba tanganku tak dapat bergerak sedikitpun. Silet di tangan kiriku pun terjatuh. Tubuhku kaku, aku tidak mampu mengerakkan tubuhku sedikitpun. Aku masih bisa melihat sekeliling, mendengar suara dan merasakan dinginnya udara, tapi aku tidak bisa bergerak, seperti lumpuh. Apa yang terjadi??sepertinya pikiranku tahu dengan apa yang aku rencanakan. “Dia” kemudian mengambil alih tubuhku untuk menyelamatkan dirinya, karena jika tubuhku mati maka “dia” juga akan ikut mati.
Entah sudah berapa lama aku hidup dalam kelumpuhan, mungkin seminggu atau lebih. Tubuhku tidak sepenuhnya lumpuh, tubuhku masih bisa bergerak, tapi bukan aku yang menggerakan. Pikiranku yang menggerakan tubuhku,”dia” membuat tubuhku seperti boneka. Aku hanya bisa menyaksikan dari dalam tubuhku, menyaksikan pikiranku menggerakan tubuhku sesuai keinginannya. Pikiranku juga tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan biologis tubuhku, seperti makan, minum, buang air kecil ataupun besar. Pikiranku tahu bahwa kebutuhan biologis dasar itu harus dipenuhi agar tubuhku tetap bisa bertahan hidup, dan tentunya agar “dia” juga bisa bertahan hidup. Aku benar-benar seperti boneka atau mungkin seperti mayat hidup. Tapi aku tidak menyerah, meskipun mustahil aku tetap berusaha melawan. Aku mencoba menggerakan tanganku, tapi nihil. Tanganku lebih menuruti perintah dari pikiranku dan mengabaikan perintahku, aku tetap tidak bisa menggerakkan tubuhku.
Tubuhku terasa lebih ringan, dan sepertinya aku hilang keseimbangan. Tubuhku terjatuh ke lantai, sepertinya pikiranku mulai kehilangan kendali atas tubuhku. Apa yang terjadi??. Nampaknya pikiranku terlalu lelah, selama seminggu lebih “dia” menguasai tubuhku, tak sekalipun aku tertidur. Mungkin “dia” membuat tubuhku terus terjaga karena takut aku akan mengambil alih kembali tubuhku. “Dia” lupa bahwa tidur juga merupakan kebutuhan biologis dasar yang dipenuhi, dan sekarang “dia” kelelahan dan kehilangan kendali atas tubuhku. Aku segera mencoba menggerakkan tanganku, berhasil, tubuhku telah aku kuasai lagi. Ini adalah kesempatan terbaikku untuk mengakhiri semuanya, aku tidak tahu berapa lama lagi sebelum pikiranku mampu untuk menguasai tubuhku lagi. Aku segera berdiri, berjalan menuju dapur dan mengambil sebuah pisau dapur yang terletak di atas meja. Tanpa pikir panjang, aku segera menusukkan pisau itu ke dada sebelah kiri, pisau itu langsung menembus jantungku. Sakit memang, tapi ini pengorbanan yang harus aku lakukan. Aku tidak mau pikiranku melakukan hal yang lebih buruk lagi. Sekujur tubuhku mulai terasa dingin karena darah sudah berhenti mengalir, nafasku terrasa sangat sesak, dan mataku menjadi sangat berat. Semuanya gelap. Apa aku sudah mati??. Sepertinya memang begitu aku tak lagi mendengar suara, atau merasakan hembusan udara, yang ada hanya kegelapan. Aku berjalan dalam kegelapan, hanya ada satu cahaya yang sepertinya terletak di ujung kegelapan ini. Entah bagaimana, aku tahu bahwa aku harus berjalan menuju cahaya itu. Bukan perjalanan yang singkat dan bukan perjalanan yang mudah, tapi aku berhasil mencapai cahaya itu, apa yang aku lihat benar-benar indah, sungguh pemandangan yang luar biasa. Hamparan rumput hijau yang sempurna, langit berwarna biru cerah dan sinar mentari yang hangat. Ini adalah tempat terindah yang pernah aku kunjungi. Aku segera berjalan menyusuri hamparan rumput, menikmati indahnya, aku melihat sebuah sungai, bukan sungai biasa, tapi sungai yang mengalirkan air susu. Aku segera mendekat dan meminum seteguk, rasanya sungguh nikmat dan menyejukkan. Ini semua begitu indah, terlalu indah, apakah ini surga???. Tuhan mungkin membalas pengorbananku dengan memberiku satu tempat di surgaNya. Terimakasih Tuhan.................
Tapi aku teringat sesuatu.........
Aku teringat bahwa pikiranku memiliki kekuatan yang begitu hebat, banyak hal mustahil yang bisa dilakukan oleh pikiranku. Aku bertanya-tanya, bagaimana jika ini semua adalah perbuatan pikiranku, mungkin aku belum mati, mungkin aku masih hidup dan terperangkap dalam tubuhku. Mungkin semuanya, kematian dan surga ini , hanyalah khayalan yang diciptakan oleh pikiranku. “Dia” tahu meskipun aku tidak mampu menggerakan tubuhku, tapi aku masih belum menyerah, aku masih terus akan memberikan perlawanan. Dan ini semua mengakhiri perlawananku, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tak berdaya,terkurung di dalam surga yang dibuat oleh pikiranku. Pikiranku pun menang, pikiranku yang terlarang.


R.S. Dewantoro

selanjutnya....

Sabtu, 17 Januari 2009

Yang Tak Pantas Berdoa

Aku berbicara dengan hatiku sendiri, berbicara tentang segala dosa yang telah aku perbuat. Tentang segala ibadah yang tak pernah sempurna. Aku merasa malu kepada Tuhan, merasa malu karena sampai dengan saat ini aku masih belum bisa menjadi hambaNya, saat ini aku hanya berstatus mahklukNya, mahkluk yang Dia ciptakan dengan segala anugerah, berkah serta cintaNya. Mahkluk yang tak tahu diri, mahkluk yang belum mampu berterima kasih. Mungkin jika Tuhan mau untuk menyesal, Tuhan akan menyesal telah menciptakan mahkluk seperti aku. Mungkin jika Tuhan mau, Dia akan menolak untuk mengakui aku sebagai mahkluk ciptaanNya. Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, menjadi pemimpin yang akan melindungi bumi dan segala isinya. Menjadi manusia yang berguna untuk kehidupan manusia yang lainnya. Tapi aku dengan tanpa perasaan telah ikut merusak dan menghancurkan kehidupan di muka bumi, aku telah merenggut kedamaian manusia, menghancurkan mimpi dan harapan mereka serta meruntuhkan puing-puing semangat dari manusia lain yang hanya menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Memang manusia adalah makhluk yang lemah, tapi seharusnya kelemahan itu bukan suatu alasan atas kebodohanku dan keangkuhanku. Aku begitu bodoh sehingga aku begitu saja mengikuti ucapan dan ajaran dari orang-orang yang selama ini aku anggap sebagai pemimpin. Aku begitu angkuh, sehingga aku menolak untuk menerima dan mengakui kebenaran haqiqi yang disampaikan orang lain selain mereka. Bagiku apa yang dikatakan mereka adalah kebenaran, kebenaran yang aku yakini dengan sangat kuat, kebenaran yang mendarah daging dalam tubuhku. Kebenaran yang akhirnya membuatku melakukan sebuah dosa besar.
Aku menyesal, sungguh aku menyesal dengan apa yang telah aku lakukan. Tapi penyesalanku mungkin belum cukup untuk membuat Tuhan memaafkan aku. Besarnya rasa penyesalan yang ada dalam diriku belum mampu untuk mengimbangi besarnya dosa yang telah aku lakukan. Memang dalam waktu dekat ini aku akan menerima balasan atas apa yang telah aku lakukan, tapi itu balasan hanya berdasar pengadilan di dunia dan aku tak mampu membayangkan balasan apa yang akan aku terima di akhirat nanti. Aku tak mampu membayangkan betapa marah dan murkanya Dia. Mungkin Tuhan akan meletakkan aku di dalam jurang neraka yang paling dalam atau membakar aku dalam neraka api yang paling panas. Dan jika Tuhan memberikan hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang telah aku lakukan, aku akan menerimanya dengan rela.
*****
Entah benar atau tidak tapi aku merasa hari ini adalah hari terakhir dalam hidupku, esok pagi mungkin aku sudah berada dalam dunia yang lain. Hari ini adalah hari terakhir untuk meminta maaf kepada Tuhan. Seharusnya aku berdoa kepada Tuhan, berdoa agar Dia mau memaafkan dosaku, berdoa agar segala ibadah yang telah aku lakukan dapat diterima di sisiNya. Tapi aku tak mampu untuk berdoa, aku tak sanggup menghadapiNya. Aku merasa tak pantas untuk berdoa, aku merasa terlalu hina untuk sekedar berdoa. Aku merasa tak pantas untuk meminta sesuatu kepadaNya, dan bagaimana aku bisa merasa pantas untuk meminta sesuatu, jika selama ini aku telah menyiakan semua yang Dia berikan. Tuhan telah memberikan aku akal,pikiran serta nurani, tapi aku menyiakan semua itu. Aku lebih memilih menggunakan kebodohanku serta keangkuhanku, aku tak mampu menggunakan akal,pikiran dan nurani untuk menyelamatkan aku dari ketersesatan. Dan mungkin aku adalah mahkluk paling bodoh yang pernah Dia ciptakan, bukan karena Tuhan menciptakan aku sebagai mahkluk bodoh tapi lebih karena aku memilih untuk menyerahkan hidupku dalam kebodohan.
Aku malu kepada Tuhan, dengan jelas Dia telah memberikan petunjuk tentang apa yang tidak boleh dilakukan, tapi dengan tegas aku tetap melanggarnya. Aku memang manusia bodoh yang angkuh. Dengan jelas Tuhan telah menberikan petunjuk mengenai apa yang harus aku lakukan sebagai manusia, tapi aku masih saja belum bisa melakukannya dengan sempurna. Bahkan jika aku boleh memilih, aku akan memilih agar jenazahku tidak dikebumikan, karena aku tidak ingin mengotori bumi Tuhan dengan ragaku yang penuh dosa.

*****
Aku membersihkan tubuhku, memakai pakaian terbaik yang aku miliki. Menyemprotkan wewangian untuk mengharumkan tubuhku. Aku ingin tampil bersih, rapi dan wangi di saat terakhirku. Meskipun hal itu tidak akan membuat malaikat maut tersenyum ramah, tapi hal itu bisa membuatku lebih siap menghadapi kematian.
Aku mendengar suara langkah kaki, sepertinya beberapa orang sedang berjalan menuju ke arahku.
“Imam, keluar!!!” teriak seorang brimob sambil membuka pintu sel. Sementara itu seorang lagi memasangkan borgol dikedua tanganku. Dan empat orang lainnya bersiaga dengan senjata laras panjang ditangannya. Mereka berenam memasukan aku ke dalam sebuah mobil, membawa aku ke sebuah tempat yang khusus dipersiapkan untuk aku. Aku masih belum tahu kemana aku pergi. Aku tak dapat melihat apa-apa, mataku tertutup kain penutup kepala. Mobil yang aku naiki mulai terasa mengurangi kecepatannya. Seorang petugas memegang tanganku dan membantu aku turun dari mobil. Mereka menuntun aku berjalan dan kemudian mereka pergi menjauh dari aku. Aku mendengar langkah kaki ringan berjalan mendekat ke arahku. Tubuhnya harum, suaranya lembut berkharisma, dia adalah seorang ulama yang akan mendampingi aku disaat terakhirku. Mulutnya mendekat ke telingaku, membisikkan kata-kata yang menyejukkan hati. Dia juga mengajakku untuk berdoa, tapi aku bersikeras untuk tidak mengikutinya. Aku masih merasa tidak pantas untuk berdoa.
Ulama itu kemudian menjauh pertanda bahwa tugasnya sudah selesai dan pertanda bahwa kematianku sudah semakin dekat. Beberapa detik lagi aku akan dieksekusi mati untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku. Perbuatanku yang telah dengan sengaja membuat sebuah bom meledak, bom yang menewaskan lebih dari 200 jiwa. Seorang petugas terdengar memberikan aba-aba kepada regu penembak. Mnyruh merka untuk bersiap melepaskan tembakan pada hitungan ketiga.
“ SATU “ sang komandan regu tembak mulai menghitung. Tapi aku masih belum juga berdoa.
“ DUA “ hitungan sang komandan terus berjalan, seakan tak ada yang mampu menghentikannya. Aku masih belum mampu berdoa , masih merasa tak pantas untuk berdoa.
“ TI…GA…” hitungan sang komandan berakhir, disusul kerasnya suara mesiu yang meledak dan peluru yang berdesing cepat. Sampai saat terakhir aku juga belum berdoa, aku hanya mampu mengucapkan terima kasih, terima kasih Tuhan. Terima kasih atas segalanya……

selanjutnya....

Rabu, 23 Juli 2008

Kenapa Harus Aku

Aku mulai bosan berdiri di batas antara rasa tak peduli dan rasa tak bernyali. Aku mulai enggan hanya menjadi seorang penakut yang pengecut. Aku selalu menjadi pecundang, berdiri di barisan orang-orang yang kalah, selalu merasa terhina dan teraniaya. Aku tak pernah merasakan hal lain kecuali indahnya terluka. Memang aku adalah lelaki sombong yang tak akan menundukan kepala meski jelas aku sudah kalah. Tapi aku juga hanya seorang manusia yang juga bisa merasakan sakitnya cinta. Entah sepertinya cinta dan segala keindahan yang menyertainya tak bisa menjamah aku. Entah itu memang takdir hidupku atau mungkin Tuhan yang masih belum memberi aku kesempatan. Sepertinya aku sudah mengerahkan segala yang aku punya hanya untuk mendapatkan wanita yang aku cinta. Dan entah kenapa itu semua tak cukup. Aku ingin seperti orang yang lain, yang bisa merasakan indahnya cinta. Tapi sepertinya itu mustahil, mencintai butuh keberanian, keberanian untuk berkorban, dan keberanian untuk melakukan yang terbaik bagi orang yang kita cintai. Dan aku, hanyalah seorang pengecut yang terlalu takut.
Entah sudah berapa kali aku jatuh cinta, dan entah sudah berapa kali pula aku terluka. Aku begitu mudah jatuh cinta, tapi aku juga begitu gampang terluka. Kali ini aku merasakan lagi jatuh cinta, tapi seperti yang sudah pernah terjadi aku masih tetap tidak berani. Aku takut menatap matanya, aku takut dia mampu membaca sinar cinta yang terlihat jelas di mata ku.Aku tidak berani untuk berbicara dengannya,aku takut mengucapkan kata yang bisa membuatnya tahu tentang rahasia cinta yang ada di dalam hati ku. Atau mungkin aku hanya takut terluka, lagi..
Aku tidak tahu bagaimana Tuhan menentukan takdir cintaku, tapi sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi orang yang terluka. Menjadi contoh dan pelajaran bagi orang lain yang tengah terlena dengan indahnya cinta, mengingatkan mereka bahwa setiap saat cinta bisa membuat mereka terluka, kecewa atau bahkan putus asa. Kenapa harus aku yang memiliki nasib seperti ini, kenapa harus aku yang selalu menjadi contoh tentang pahitnya cinta.
******
Dari jauh aku memandangnya, menatap tingkah dan lakunya, sesekali dia terlihat tersenyum ketika berbicara, senyum yang indah, senyum yang mungkin mampu meluluhkan hati setiap pria. Jilbab warna biru yang dia kenakan memang menyembunyikan kecantikan yang sebenarnya, tapi hal itu justru membuatnya lebih anggun mempesona. Dia mengalihkan pandangannya ke arah ku, aku langsung menundukkan kepala seperti orang yang sedang malu. Aku tidak mau dia tahu kalau aku sedang memandanginya, aku juga tidak mau dia tahu bahwa aku adalah pria yang mengaguminya. Dia berdiri, berjalan mendekat ke arah ku, aku semakin salah tingkah, tak tahu harus berbuat apa. Dia semakin dekat dan jantungku pun makin berdegup cepat. Dia berdiri tepat di sebelah ku, matanya menatap sebentar ke aku. Aku masih menunduk, seperti orang yang sedang sibuk dengan sesuatu. Dia tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan aku. Bagi sebagaian orang mungkin itu hanyalah kejadian biasa dalam hidup mereka, tapi bagi aku itu adalah kejadian yang membuat jantungku hampir copot.
Aku merasa begitu jauh dengan dirinya, seperti ada jurang rasa malu dan tembok rasa takut yang memisahkan kita. Aku tahu, aku tidak akan bisa mendapatkan cintanya jika aku hanya diam seperti ini. Aku juga tahu aku mampu untuk mencintainya , aku bukan lelaki sempurna, tapi aku tahu aku mampu menjadi kekasih setia, menjadi lelaki yang membuatnya bahagia. Aku hanya tidak tahu apa yang harus ku lakukan untuk menundukkan hatinya. Aku ingin sekali menyapa dirinya, mengatakan padanya bahwa selama ini aku adalah pria yang begitu mengaguminya, tapi aku tak dapat membayangkan betapa sakitnya hatiku jika dia mengabaikan aku begitu saja. Akan sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mencintaiku dan hatiku yang sudah terlalu sering terluka mungkin tidak akan sanggup lagi.
Tanpa perkataan cinta adalah suatu yang hampa, tanpa perbuatan cinta adalah suatu yang sia-sia, dan tanpa keberanian serta kemauan cinta tak akan pernah nyata. Dan itu yang terjadi padaku sekarang, aku memiliki cinta, tapi aku tak mampu berkata. Aku tak tahu harus berbuat apa, dan aku tak memiliki keberanian ataupun kemauan. Cinta dalam hatiku hanya sesuatu yang hampa, sia-sia, dan tak akan pernah nyata.
*****

“ Hai Ragil” aku terkejut mendengar suara itu, aku tahu suara tersebut,suara terindah yang pernah ku dengar. Aku merasa bingung, senang, heran,takut dan perasaan lain dalam satu waktu. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa tahu nama ku,tapi yang jelas saat ini dia menyebut namaku, menyebut nama ku dengan senyuman. Dan sekarang dia berjalan menghampiriku, seperti hari yang lalu, semakin dia mendekat, semakin cepat pula degup jantungku.
“ Haaai, kamu yang namanya Ragil kan?” dia bertanya, memastikan bahwa aku bukan orang yang salah.
“ I i i i ya be e e nar.kenapa?” aku benar-benar salah tingkah, bicaraku pun jadi terbata-bata.
“ Datang ya?!” dia berkata sambil menyerahkan sebuah kertas, bukan kertas biasa tapi sebuah undangan, dan bukan undangan biasa tapi sebuah undangan pernikahan.
Aku tak mampu menjawab, hanya bisa menganggukan kepala. Seolah takdir mempermainkan aku, aku harus terluka lagi. Mungkin sebaiknya aku tidak perlu jatuh cinta lagi. Mungkin lebih baik aku sendiri, memang aku tidak akan bisa merasakan bahagia atau indahnya cinta, tapi paling tidak dengan sendiri, aku juga tidak akan terluka lagi.
*****
Kata orang, rejeki, kematian dan jodoh sudah di tentukan oleh Tuhan. Tapi aku yakin sepiring nasi tidak akan datang dengan sendiri, rejeki tidak akan pernah datang jika kita tidak bekerja dan berusaha untuk mencarinya. Sebaliknya dengan kematian, apapun yang kita lakukan untuk menghindari kematian, pada akhirnya kita akan mati. Kematian akan tetap datang meski kita hanya duduk menunggu. Sedangkan jodoh, aku masih belum tahu apa aku harus berusaha keras untuk mencarinya, seperti halnya aku mencari rejeki. Atau aku hanya harus menunggu, seperti aku menunggu kematian.
Dan entah berapa harga yang harus ku bayar untuk merasakan indahnya cinta, tapi yang jelas rasa kecewa dan hati yang terluka belum cukup mahal untuk melunasinya. Bahkan mungkin kematian juga masih terlalu murah untuk membeli kebahagiaan yang selalu aku inginkan.
R.S Dewantoro
selanjutnya....