yang udah baca

Sabtu, 17 Januari 2009

Yang Tak Pantas Berdoa

Aku berbicara dengan hatiku sendiri, berbicara tentang segala dosa yang telah aku perbuat. Tentang segala ibadah yang tak pernah sempurna. Aku merasa malu kepada Tuhan, merasa malu karena sampai dengan saat ini aku masih belum bisa menjadi hambaNya, saat ini aku hanya berstatus mahklukNya, mahkluk yang Dia ciptakan dengan segala anugerah, berkah serta cintaNya. Mahkluk yang tak tahu diri, mahkluk yang belum mampu berterima kasih. Mungkin jika Tuhan mau untuk menyesal, Tuhan akan menyesal telah menciptakan mahkluk seperti aku. Mungkin jika Tuhan mau, Dia akan menolak untuk mengakui aku sebagai mahkluk ciptaanNya. Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, menjadi pemimpin yang akan melindungi bumi dan segala isinya. Menjadi manusia yang berguna untuk kehidupan manusia yang lainnya. Tapi aku dengan tanpa perasaan telah ikut merusak dan menghancurkan kehidupan di muka bumi, aku telah merenggut kedamaian manusia, menghancurkan mimpi dan harapan mereka serta meruntuhkan puing-puing semangat dari manusia lain yang hanya menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Memang manusia adalah makhluk yang lemah, tapi seharusnya kelemahan itu bukan suatu alasan atas kebodohanku dan keangkuhanku. Aku begitu bodoh sehingga aku begitu saja mengikuti ucapan dan ajaran dari orang-orang yang selama ini aku anggap sebagai pemimpin. Aku begitu angkuh, sehingga aku menolak untuk menerima dan mengakui kebenaran haqiqi yang disampaikan orang lain selain mereka. Bagiku apa yang dikatakan mereka adalah kebenaran, kebenaran yang aku yakini dengan sangat kuat, kebenaran yang mendarah daging dalam tubuhku. Kebenaran yang akhirnya membuatku melakukan sebuah dosa besar.
Aku menyesal, sungguh aku menyesal dengan apa yang telah aku lakukan. Tapi penyesalanku mungkin belum cukup untuk membuat Tuhan memaafkan aku. Besarnya rasa penyesalan yang ada dalam diriku belum mampu untuk mengimbangi besarnya dosa yang telah aku lakukan. Memang dalam waktu dekat ini aku akan menerima balasan atas apa yang telah aku lakukan, tapi itu balasan hanya berdasar pengadilan di dunia dan aku tak mampu membayangkan balasan apa yang akan aku terima di akhirat nanti. Aku tak mampu membayangkan betapa marah dan murkanya Dia. Mungkin Tuhan akan meletakkan aku di dalam jurang neraka yang paling dalam atau membakar aku dalam neraka api yang paling panas. Dan jika Tuhan memberikan hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang telah aku lakukan, aku akan menerimanya dengan rela.
*****
Entah benar atau tidak tapi aku merasa hari ini adalah hari terakhir dalam hidupku, esok pagi mungkin aku sudah berada dalam dunia yang lain. Hari ini adalah hari terakhir untuk meminta maaf kepada Tuhan. Seharusnya aku berdoa kepada Tuhan, berdoa agar Dia mau memaafkan dosaku, berdoa agar segala ibadah yang telah aku lakukan dapat diterima di sisiNya. Tapi aku tak mampu untuk berdoa, aku tak sanggup menghadapiNya. Aku merasa tak pantas untuk berdoa, aku merasa terlalu hina untuk sekedar berdoa. Aku merasa tak pantas untuk meminta sesuatu kepadaNya, dan bagaimana aku bisa merasa pantas untuk meminta sesuatu, jika selama ini aku telah menyiakan semua yang Dia berikan. Tuhan telah memberikan aku akal,pikiran serta nurani, tapi aku menyiakan semua itu. Aku lebih memilih menggunakan kebodohanku serta keangkuhanku, aku tak mampu menggunakan akal,pikiran dan nurani untuk menyelamatkan aku dari ketersesatan. Dan mungkin aku adalah mahkluk paling bodoh yang pernah Dia ciptakan, bukan karena Tuhan menciptakan aku sebagai mahkluk bodoh tapi lebih karena aku memilih untuk menyerahkan hidupku dalam kebodohan.
Aku malu kepada Tuhan, dengan jelas Dia telah memberikan petunjuk tentang apa yang tidak boleh dilakukan, tapi dengan tegas aku tetap melanggarnya. Aku memang manusia bodoh yang angkuh. Dengan jelas Tuhan telah menberikan petunjuk mengenai apa yang harus aku lakukan sebagai manusia, tapi aku masih saja belum bisa melakukannya dengan sempurna. Bahkan jika aku boleh memilih, aku akan memilih agar jenazahku tidak dikebumikan, karena aku tidak ingin mengotori bumi Tuhan dengan ragaku yang penuh dosa.

*****
Aku membersihkan tubuhku, memakai pakaian terbaik yang aku miliki. Menyemprotkan wewangian untuk mengharumkan tubuhku. Aku ingin tampil bersih, rapi dan wangi di saat terakhirku. Meskipun hal itu tidak akan membuat malaikat maut tersenyum ramah, tapi hal itu bisa membuatku lebih siap menghadapi kematian.
Aku mendengar suara langkah kaki, sepertinya beberapa orang sedang berjalan menuju ke arahku.
“Imam, keluar!!!” teriak seorang brimob sambil membuka pintu sel. Sementara itu seorang lagi memasangkan borgol dikedua tanganku. Dan empat orang lainnya bersiaga dengan senjata laras panjang ditangannya. Mereka berenam memasukan aku ke dalam sebuah mobil, membawa aku ke sebuah tempat yang khusus dipersiapkan untuk aku. Aku masih belum tahu kemana aku pergi. Aku tak dapat melihat apa-apa, mataku tertutup kain penutup kepala. Mobil yang aku naiki mulai terasa mengurangi kecepatannya. Seorang petugas memegang tanganku dan membantu aku turun dari mobil. Mereka menuntun aku berjalan dan kemudian mereka pergi menjauh dari aku. Aku mendengar langkah kaki ringan berjalan mendekat ke arahku. Tubuhnya harum, suaranya lembut berkharisma, dia adalah seorang ulama yang akan mendampingi aku disaat terakhirku. Mulutnya mendekat ke telingaku, membisikkan kata-kata yang menyejukkan hati. Dia juga mengajakku untuk berdoa, tapi aku bersikeras untuk tidak mengikutinya. Aku masih merasa tidak pantas untuk berdoa.
Ulama itu kemudian menjauh pertanda bahwa tugasnya sudah selesai dan pertanda bahwa kematianku sudah semakin dekat. Beberapa detik lagi aku akan dieksekusi mati untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku. Perbuatanku yang telah dengan sengaja membuat sebuah bom meledak, bom yang menewaskan lebih dari 200 jiwa. Seorang petugas terdengar memberikan aba-aba kepada regu penembak. Mnyruh merka untuk bersiap melepaskan tembakan pada hitungan ketiga.
“ SATU “ sang komandan regu tembak mulai menghitung. Tapi aku masih belum juga berdoa.
“ DUA “ hitungan sang komandan terus berjalan, seakan tak ada yang mampu menghentikannya. Aku masih belum mampu berdoa , masih merasa tak pantas untuk berdoa.
“ TI…GA…” hitungan sang komandan berakhir, disusul kerasnya suara mesiu yang meledak dan peluru yang berdesing cepat. Sampai saat terakhir aku juga belum berdoa, aku hanya mampu mengucapkan terima kasih, terima kasih Tuhan. Terima kasih atas segalanya……

selanjutnya....