yang udah baca

Rabu, 23 Juli 2008

Kenapa Harus Aku

Aku mulai bosan berdiri di batas antara rasa tak peduli dan rasa tak bernyali. Aku mulai enggan hanya menjadi seorang penakut yang pengecut. Aku selalu menjadi pecundang, berdiri di barisan orang-orang yang kalah, selalu merasa terhina dan teraniaya. Aku tak pernah merasakan hal lain kecuali indahnya terluka. Memang aku adalah lelaki sombong yang tak akan menundukan kepala meski jelas aku sudah kalah. Tapi aku juga hanya seorang manusia yang juga bisa merasakan sakitnya cinta. Entah sepertinya cinta dan segala keindahan yang menyertainya tak bisa menjamah aku. Entah itu memang takdir hidupku atau mungkin Tuhan yang masih belum memberi aku kesempatan. Sepertinya aku sudah mengerahkan segala yang aku punya hanya untuk mendapatkan wanita yang aku cinta. Dan entah kenapa itu semua tak cukup. Aku ingin seperti orang yang lain, yang bisa merasakan indahnya cinta. Tapi sepertinya itu mustahil, mencintai butuh keberanian, keberanian untuk berkorban, dan keberanian untuk melakukan yang terbaik bagi orang yang kita cintai. Dan aku, hanyalah seorang pengecut yang terlalu takut.
Entah sudah berapa kali aku jatuh cinta, dan entah sudah berapa kali pula aku terluka. Aku begitu mudah jatuh cinta, tapi aku juga begitu gampang terluka. Kali ini aku merasakan lagi jatuh cinta, tapi seperti yang sudah pernah terjadi aku masih tetap tidak berani. Aku takut menatap matanya, aku takut dia mampu membaca sinar cinta yang terlihat jelas di mata ku.Aku tidak berani untuk berbicara dengannya,aku takut mengucapkan kata yang bisa membuatnya tahu tentang rahasia cinta yang ada di dalam hati ku. Atau mungkin aku hanya takut terluka, lagi..
Aku tidak tahu bagaimana Tuhan menentukan takdir cintaku, tapi sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi orang yang terluka. Menjadi contoh dan pelajaran bagi orang lain yang tengah terlena dengan indahnya cinta, mengingatkan mereka bahwa setiap saat cinta bisa membuat mereka terluka, kecewa atau bahkan putus asa. Kenapa harus aku yang memiliki nasib seperti ini, kenapa harus aku yang selalu menjadi contoh tentang pahitnya cinta.
******
Dari jauh aku memandangnya, menatap tingkah dan lakunya, sesekali dia terlihat tersenyum ketika berbicara, senyum yang indah, senyum yang mungkin mampu meluluhkan hati setiap pria. Jilbab warna biru yang dia kenakan memang menyembunyikan kecantikan yang sebenarnya, tapi hal itu justru membuatnya lebih anggun mempesona. Dia mengalihkan pandangannya ke arah ku, aku langsung menundukkan kepala seperti orang yang sedang malu. Aku tidak mau dia tahu kalau aku sedang memandanginya, aku juga tidak mau dia tahu bahwa aku adalah pria yang mengaguminya. Dia berdiri, berjalan mendekat ke arah ku, aku semakin salah tingkah, tak tahu harus berbuat apa. Dia semakin dekat dan jantungku pun makin berdegup cepat. Dia berdiri tepat di sebelah ku, matanya menatap sebentar ke aku. Aku masih menunduk, seperti orang yang sedang sibuk dengan sesuatu. Dia tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan aku. Bagi sebagaian orang mungkin itu hanyalah kejadian biasa dalam hidup mereka, tapi bagi aku itu adalah kejadian yang membuat jantungku hampir copot.
Aku merasa begitu jauh dengan dirinya, seperti ada jurang rasa malu dan tembok rasa takut yang memisahkan kita. Aku tahu, aku tidak akan bisa mendapatkan cintanya jika aku hanya diam seperti ini. Aku juga tahu aku mampu untuk mencintainya , aku bukan lelaki sempurna, tapi aku tahu aku mampu menjadi kekasih setia, menjadi lelaki yang membuatnya bahagia. Aku hanya tidak tahu apa yang harus ku lakukan untuk menundukkan hatinya. Aku ingin sekali menyapa dirinya, mengatakan padanya bahwa selama ini aku adalah pria yang begitu mengaguminya, tapi aku tak dapat membayangkan betapa sakitnya hatiku jika dia mengabaikan aku begitu saja. Akan sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mencintaiku dan hatiku yang sudah terlalu sering terluka mungkin tidak akan sanggup lagi.
Tanpa perkataan cinta adalah suatu yang hampa, tanpa perbuatan cinta adalah suatu yang sia-sia, dan tanpa keberanian serta kemauan cinta tak akan pernah nyata. Dan itu yang terjadi padaku sekarang, aku memiliki cinta, tapi aku tak mampu berkata. Aku tak tahu harus berbuat apa, dan aku tak memiliki keberanian ataupun kemauan. Cinta dalam hatiku hanya sesuatu yang hampa, sia-sia, dan tak akan pernah nyata.
*****

“ Hai Ragil” aku terkejut mendengar suara itu, aku tahu suara tersebut,suara terindah yang pernah ku dengar. Aku merasa bingung, senang, heran,takut dan perasaan lain dalam satu waktu. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa tahu nama ku,tapi yang jelas saat ini dia menyebut namaku, menyebut nama ku dengan senyuman. Dan sekarang dia berjalan menghampiriku, seperti hari yang lalu, semakin dia mendekat, semakin cepat pula degup jantungku.
“ Haaai, kamu yang namanya Ragil kan?” dia bertanya, memastikan bahwa aku bukan orang yang salah.
“ I i i i ya be e e nar.kenapa?” aku benar-benar salah tingkah, bicaraku pun jadi terbata-bata.
“ Datang ya?!” dia berkata sambil menyerahkan sebuah kertas, bukan kertas biasa tapi sebuah undangan, dan bukan undangan biasa tapi sebuah undangan pernikahan.
Aku tak mampu menjawab, hanya bisa menganggukan kepala. Seolah takdir mempermainkan aku, aku harus terluka lagi. Mungkin sebaiknya aku tidak perlu jatuh cinta lagi. Mungkin lebih baik aku sendiri, memang aku tidak akan bisa merasakan bahagia atau indahnya cinta, tapi paling tidak dengan sendiri, aku juga tidak akan terluka lagi.
*****
Kata orang, rejeki, kematian dan jodoh sudah di tentukan oleh Tuhan. Tapi aku yakin sepiring nasi tidak akan datang dengan sendiri, rejeki tidak akan pernah datang jika kita tidak bekerja dan berusaha untuk mencarinya. Sebaliknya dengan kematian, apapun yang kita lakukan untuk menghindari kematian, pada akhirnya kita akan mati. Kematian akan tetap datang meski kita hanya duduk menunggu. Sedangkan jodoh, aku masih belum tahu apa aku harus berusaha keras untuk mencarinya, seperti halnya aku mencari rejeki. Atau aku hanya harus menunggu, seperti aku menunggu kematian.
Dan entah berapa harga yang harus ku bayar untuk merasakan indahnya cinta, tapi yang jelas rasa kecewa dan hati yang terluka belum cukup mahal untuk melunasinya. Bahkan mungkin kematian juga masih terlalu murah untuk membeli kebahagiaan yang selalu aku inginkan.
R.S Dewantoro

1 komentar:

marianarachman mengatakan...

huaaaa... keren keren...
ini termasuk cerpen yg pernah kamu kirim ke milis ya gil?