yang udah baca

Rabu, 23 Juli 2008

Kenapa Harus Aku

Aku mulai bosan berdiri di batas antara rasa tak peduli dan rasa tak bernyali. Aku mulai enggan hanya menjadi seorang penakut yang pengecut. Aku selalu menjadi pecundang, berdiri di barisan orang-orang yang kalah, selalu merasa terhina dan teraniaya. Aku tak pernah merasakan hal lain kecuali indahnya terluka. Memang aku adalah lelaki sombong yang tak akan menundukan kepala meski jelas aku sudah kalah. Tapi aku juga hanya seorang manusia yang juga bisa merasakan sakitnya cinta. Entah sepertinya cinta dan segala keindahan yang menyertainya tak bisa menjamah aku. Entah itu memang takdir hidupku atau mungkin Tuhan yang masih belum memberi aku kesempatan. Sepertinya aku sudah mengerahkan segala yang aku punya hanya untuk mendapatkan wanita yang aku cinta. Dan entah kenapa itu semua tak cukup. Aku ingin seperti orang yang lain, yang bisa merasakan indahnya cinta. Tapi sepertinya itu mustahil, mencintai butuh keberanian, keberanian untuk berkorban, dan keberanian untuk melakukan yang terbaik bagi orang yang kita cintai. Dan aku, hanyalah seorang pengecut yang terlalu takut.
Entah sudah berapa kali aku jatuh cinta, dan entah sudah berapa kali pula aku terluka. Aku begitu mudah jatuh cinta, tapi aku juga begitu gampang terluka. Kali ini aku merasakan lagi jatuh cinta, tapi seperti yang sudah pernah terjadi aku masih tetap tidak berani. Aku takut menatap matanya, aku takut dia mampu membaca sinar cinta yang terlihat jelas di mata ku.Aku tidak berani untuk berbicara dengannya,aku takut mengucapkan kata yang bisa membuatnya tahu tentang rahasia cinta yang ada di dalam hati ku. Atau mungkin aku hanya takut terluka, lagi..
Aku tidak tahu bagaimana Tuhan menentukan takdir cintaku, tapi sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi orang yang terluka. Menjadi contoh dan pelajaran bagi orang lain yang tengah terlena dengan indahnya cinta, mengingatkan mereka bahwa setiap saat cinta bisa membuat mereka terluka, kecewa atau bahkan putus asa. Kenapa harus aku yang memiliki nasib seperti ini, kenapa harus aku yang selalu menjadi contoh tentang pahitnya cinta.
******
Dari jauh aku memandangnya, menatap tingkah dan lakunya, sesekali dia terlihat tersenyum ketika berbicara, senyum yang indah, senyum yang mungkin mampu meluluhkan hati setiap pria. Jilbab warna biru yang dia kenakan memang menyembunyikan kecantikan yang sebenarnya, tapi hal itu justru membuatnya lebih anggun mempesona. Dia mengalihkan pandangannya ke arah ku, aku langsung menundukkan kepala seperti orang yang sedang malu. Aku tidak mau dia tahu kalau aku sedang memandanginya, aku juga tidak mau dia tahu bahwa aku adalah pria yang mengaguminya. Dia berdiri, berjalan mendekat ke arah ku, aku semakin salah tingkah, tak tahu harus berbuat apa. Dia semakin dekat dan jantungku pun makin berdegup cepat. Dia berdiri tepat di sebelah ku, matanya menatap sebentar ke aku. Aku masih menunduk, seperti orang yang sedang sibuk dengan sesuatu. Dia tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan aku. Bagi sebagaian orang mungkin itu hanyalah kejadian biasa dalam hidup mereka, tapi bagi aku itu adalah kejadian yang membuat jantungku hampir copot.
Aku merasa begitu jauh dengan dirinya, seperti ada jurang rasa malu dan tembok rasa takut yang memisahkan kita. Aku tahu, aku tidak akan bisa mendapatkan cintanya jika aku hanya diam seperti ini. Aku juga tahu aku mampu untuk mencintainya , aku bukan lelaki sempurna, tapi aku tahu aku mampu menjadi kekasih setia, menjadi lelaki yang membuatnya bahagia. Aku hanya tidak tahu apa yang harus ku lakukan untuk menundukkan hatinya. Aku ingin sekali menyapa dirinya, mengatakan padanya bahwa selama ini aku adalah pria yang begitu mengaguminya, tapi aku tak dapat membayangkan betapa sakitnya hatiku jika dia mengabaikan aku begitu saja. Akan sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mencintaiku dan hatiku yang sudah terlalu sering terluka mungkin tidak akan sanggup lagi.
Tanpa perkataan cinta adalah suatu yang hampa, tanpa perbuatan cinta adalah suatu yang sia-sia, dan tanpa keberanian serta kemauan cinta tak akan pernah nyata. Dan itu yang terjadi padaku sekarang, aku memiliki cinta, tapi aku tak mampu berkata. Aku tak tahu harus berbuat apa, dan aku tak memiliki keberanian ataupun kemauan. Cinta dalam hatiku hanya sesuatu yang hampa, sia-sia, dan tak akan pernah nyata.
*****

“ Hai Ragil” aku terkejut mendengar suara itu, aku tahu suara tersebut,suara terindah yang pernah ku dengar. Aku merasa bingung, senang, heran,takut dan perasaan lain dalam satu waktu. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa tahu nama ku,tapi yang jelas saat ini dia menyebut namaku, menyebut nama ku dengan senyuman. Dan sekarang dia berjalan menghampiriku, seperti hari yang lalu, semakin dia mendekat, semakin cepat pula degup jantungku.
“ Haaai, kamu yang namanya Ragil kan?” dia bertanya, memastikan bahwa aku bukan orang yang salah.
“ I i i i ya be e e nar.kenapa?” aku benar-benar salah tingkah, bicaraku pun jadi terbata-bata.
“ Datang ya?!” dia berkata sambil menyerahkan sebuah kertas, bukan kertas biasa tapi sebuah undangan, dan bukan undangan biasa tapi sebuah undangan pernikahan.
Aku tak mampu menjawab, hanya bisa menganggukan kepala. Seolah takdir mempermainkan aku, aku harus terluka lagi. Mungkin sebaiknya aku tidak perlu jatuh cinta lagi. Mungkin lebih baik aku sendiri, memang aku tidak akan bisa merasakan bahagia atau indahnya cinta, tapi paling tidak dengan sendiri, aku juga tidak akan terluka lagi.
*****
Kata orang, rejeki, kematian dan jodoh sudah di tentukan oleh Tuhan. Tapi aku yakin sepiring nasi tidak akan datang dengan sendiri, rejeki tidak akan pernah datang jika kita tidak bekerja dan berusaha untuk mencarinya. Sebaliknya dengan kematian, apapun yang kita lakukan untuk menghindari kematian, pada akhirnya kita akan mati. Kematian akan tetap datang meski kita hanya duduk menunggu. Sedangkan jodoh, aku masih belum tahu apa aku harus berusaha keras untuk mencarinya, seperti halnya aku mencari rejeki. Atau aku hanya harus menunggu, seperti aku menunggu kematian.
Dan entah berapa harga yang harus ku bayar untuk merasakan indahnya cinta, tapi yang jelas rasa kecewa dan hati yang terluka belum cukup mahal untuk melunasinya. Bahkan mungkin kematian juga masih terlalu murah untuk membeli kebahagiaan yang selalu aku inginkan.
R.S Dewantoro
selanjutnya....

Minggu, 20 Juli 2008

Aku Tertawa Tapi Aku Tidak Bahagia

Aku tertawa kecil ketika mengingat kembali kenangan masa lalu, waktu dimana aku masih bekerja. Bekerja sebagai karyawan rendahan di sebuah perusahaan menengah. Aku membayangkan kembali wajah atasan ku yang sok galak dan pemarah. Atasan ku selalu saja mencari alasan-alasan untuk bisa memarahi aku, sepertinya memarahi aku adalah suatu kebutuhan baginya. Aku akui hal itu memang sangat menjengkelkan, selalu salah dan salah. Sepertinya semua hal yang aku kerjakan tidak ada yang benar, semuanya salah. Bahkan terlambat masuk kerja satu menit pun akan menyebabkan dia mengomel selama 60 menit lebih. Aku hanya tertawa kecil, membuat kemarahannya seperti tidak berarti dan itu membuatnya semakin marah.
Aku tertawa lagi ketika teringat teman-teman sekantorku dulu, mereka sering mengolok-olok aku. Menjadikan wajah culun ku sebagai bahan ejekan atau mentertawakan cara bicara ku yang agak gagap. Kata mereka wajahku culun seperti orang Down Syndrome (terbelakang mental), meskipun aku yakin kalau aku memiliki kemampuan berpikir sama dengan mereka atau bahkan mungkin lebih baik Mereka menganggap cara bicara mereka yang normal adalah suatu hal yang luar biasa, hal yang membuat aku terlihat lebih rendah. Aku tidak pernah marah atau melawan, aku hanya tertawa kecil mengahadapi semua itu, mentertawakan diriku sendiri.
Seringkali ketika aku pulang dari kantor, aku melihat kejadian yang menarik, salah satunya ketika aku melihat seorang pengendara sepeda pancal yang tertabrak mobil sedan mewah. Tubuhnya terpental ke udara, sepedanya hancur dilindas mobil. Dan aku tertawa melihat bagaimana sesosok tubuh manusia terpental ke udara, sungguh lucu seperti adegan dalam sebuah film kartun. Sayang orang itu bukan tokoh kartun, meskipun orang itu terpental ke udara dengan posisi yang lucu. Orang itu akhirnya mati juga.
Itulah aku orang yang selalu tertawa dalam menghadapi segala keadaan. Bagiku tertawa adalah senjata paling ampuh yang pernah aku miliki. Dengan tertawa aku bisa mengahadapi semua hinaan, cercaan, ketidakadilan serta semua keadaan yang tidak menyenangkan. Tertawa juga menjadi topeng dari wajah utama ku, tidak ada yang bisa menebak isi hati ku, dengan memakai topeng itu orang-orang tidak akan pernah tahu apa yang sedang aku rasakan atau hal yang sedang aku pikirkan. Dengan tertawa aku bisa mengendalikan emosi jiwa. Sedih ,senang, susah ataupun amarah dan juga semua jenis emosi jiwa bisa aku kendalikan hanya dengan tertawa. Aku menghibur diri sendiri dengan cara tertawa, mentertawakan semua hal yang buruk ataupun yang terburuk.
Aku bahkan tertawa ketika istri ku tercinta mengajukan gugatan cerai, dia beralasan bahwa hidup yang dijalani dengan aku sangat monoton, tidak ada riak, gelombang yang menantang. Tidak ada angin sejuk yang memanjakannya, semua berjalan biasa, semuanya berjalan normal dan membosankan. Ahhh tapi itu hanya alasan istri ku, aku tahu kalau sebenarnya dia berselingkuh dengan pria lain. Mungkin saja pria itu memang lebih baik dari aku. Dan mungkin saja aku yang selalu tertawa seperti ini, bukanlah pria terbaik untuknya. Aku menyetujui gugatan cerai istri ku. Aku hanya tertawa kecil melihat dia meninggalkan ruang sidang dengan pria selingkuhannya. Saat itu hati ku memang terasa sangat sakit, tapi apa yang bisa aku perbuat, aku hanya bisa tertawa dan tertawa. Aku tertawa tapi aku tidak bahagia.
Aku selalu tertawa, saat atasan ku memecat aku dengan alasan yang tidak begitu jelas, aku masih bisa tertawa. Membuat atasan ku terlihat seperti orang bodoh, aku tahu pasti dia memecat aku hanya karena alasan pribadi, mungkin dia hanya ingin melihat aku sedih dan hancur. Tapi aku tertawa, membuat semuanya terlihat tak bermakna.
Aku terkejut dengan suara pintu kamar ku yang terbuka. Dua orang, seorang wanita dan laki-laki yang berpakaian serba putih masuk ke dalam kamar ku. Mereka adalah dokter dan suster yang merawat aku. Mereka sungguh baik terhadap aku, tidak pernah marah ataupun menghina aku.
“ Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja kan?”
“ Tentu pak dokter, aku merasa sangat sehat.”
“ Bagus kalau begitu. Tapi jangan lupa minum obatnya ya!”
“ Ok!!”
Aku masih sempat tertawa melihat cara berjalan dokter itu. Lucu, cara berjalannya timpang ke kiri, sepertinya dia memiliki kaki yang panjang sebelah.
Aku melihat keluar melalui jendela, menatap sebuah tulisan dari besi yang terpasang di sebuah gerbang. Tulisan itu terlihat agak lucu, sepertinya tulisan itu kurang lengkap, hanya terbaca “ UMAH AKIT JIWA”, mungkin tulisan yang lengkap adalah “RUMAH SAKIT JIWA”, sepertinya memang begitu, aku sudah hampir dua tahun dirawat di tempat ini. Bagiku tempat ini cukup menyenangkan, karena tidak ada yang menghina aku dan tidak ada yang memarahi aku. Hampir semua teman ku di sini sama seperti aku, mereka suka tertawa tanpa alasan yang jelas. Kadang kami tertawa bersama tanpa tahu apa yang sedang ditertawakan. Kami memang gila tapi setidaknya kami bisa tertawa tanpa harus melukai perasaan orang lain.
Aku meminum obat yang diberikan dokter, sepertinya itu obat tidur. Mataku langsung mengantuk, aku membaringkan tubuh ku di atas kasur. Ketika aku hampir terlelap, aku kembali tertawa kecil. Aku tertawa mengingat bagaimana aku menguliti mayat istri dan atasan ku. Tanpa kulit, tubuh mereka tampak lucu, berwarna merah, merah seperti daging mentah yang dijual di pasar. Aku membunuh mereka dengan cara yang sangat gila, tapi itu tidak jadi masalah karena aku memang gila.
R.S. Dewantoro
selanjutnya....

Kamis, 10 Juli 2008

Di Batas Normal

Angin malam berhembus, membawa gelap dalam pelukannya. Berhembus kencang menyusupkan hawa dinginnya ke dalam sumsum tulangku. Angin malam yang belum berhenti berhembus menemani aku bergumul dengan kesepian. Kesepian yang datang karena rasa sakit hati yang begitu hebat. Aku membiarkan angin malam membuai tubuhku, menidurkan aku dalam kegelapan.
Aku terbangun dari tidur, tak ada lagi angin malam yang gelap dan dingin. Sekarang yang ada hanyalah sinar matahari yang terang dan hangat. Aku ingin seperti matahari yang mampu merubah angin malam yang gelap dan dingin menjadi pagi yang terang dan hangat. Aku ingin merubah rasa sakit hati ini menjadi sebuah cinta yang baru dan utuh.
Hari ini aku bertemu dengan seseorang, aku merasa ada sesuatu dalam dirinya, sesuatu yang membuat hatiku merasa tenang dan senang. Sesuatu yang belum sempat aku temukan dari wanita sebelumnya. Sebenarnya dia bukan orang baru dalam kehidupanku, aku sudah mengenalnya lebih dari dua tahun yang lalu. Dia adalah teman kuliahku, panggil saja dia Aan.
Dan seperti mendapat restu dari Sang Maha Pecinta, perasaan yang mulai tumbuh dalam diriku disambut hangat oleh Aan. Dia menunjukkan sikap yang membuat aku merasa sebagai seseorang yang layak untuk dicintai. Sunguh aku merasa seperti matahari.
Hari terus berlalu dan hubunganku dengan Aan semakin dekat. Aku merasa bahwa kami tidak akan terpisahkan untuk selamanya. Tapi sepreti pepatah yang mengatakan bahwa semakin tinggi sebuah pohon maka semakin kencang angin yang meniupnya, semakin dekat hubunganku dengan Aan semakin banyak pula orang-orang yang iri dan syirik terhadap kami berdua.
Begitu juga dengan orang tuaku yang entah darimana bisa mengetahui hubunganku dengan Aan.
“ Kata teman-teman kamu di kampus, kamu sekarang lagi dekat dengan Aan. Benar?” kata Ayahku mengawali pembicaraan.
Aku sempat bingung memikirkan jawaban yang harus aku katakan.
“ Iya memang benar, aku sekarang dekat dengan Aan. Memangnya kenapa?” jawabku
“ Tidak ada masalah jika kamu memang berteman dekat dengan dia!!.Tapi kamu harus hati-hati dia itu seorang......”
“ Aku tidak peduli dengan apa yang akan Ayah katakan, aku mencintainya !!!” aku berteriak keras, memotong pembicaraan Ayahku. Dengan hati yang penuh emosi, aku pergi meninggalkan rumah, pergi ke rumah kekasihku, meninggalkan ayahku yang terdiam, memandangku dengan penuh rasa tak percaya.
Hari ini aku pergi berdua bersama Aan melepaskan kerinduan yang begitu dalam. Sepanjang perjalanan aku terus menggandeng tangannya, dan sekali-kali dia menyandarkan kepalanya di pundakku. Untuk pertama kalinya sejak aku mencintai dia, aku mengajak dia pergi ke tempat umum, tempat di mana manusia normal bergaul, di TP. Tapi semua orang memberikan tatapan aneh saat melihat aku berjalan mesra bersama dia, mereka seperti melihat sebuah hal yang tidak biasa bahkan tidak nyata. Aku tidak peduli dengan semua orang, toh apa yang aneh dari sepasang orang yang jatuh cinta.
Ketika waktu berlalu, cintaku kepada Aan pun semakin tumbuh. Meski rasa cinta ini membuatku terusir dari rumah, aku tak peduli. Meski cinta ini membuat aku menjadi orang yang terkucilkan, aku juga tidak peduli. Selama aku mencintainya dan dia mencintaiku, apapun yang terjadi di dunia ini tak lagi berarti. Aku mencintai dia lebih dari cinta manusia normal yang ada di dunia ini. Cintaku melebihi batas normal.
Aku masih menunggu Aan selesai kuliah ketika aku berdiri di halaman kampusku. Menyandarkan tubuh penat ku ke sebuah pohon yang tegak. Aku melihat Sugeng datang menghampiri aku, Sugeng adalah satu-satunya teman yang tersisa, mungkin karena dia berpikiran terbuka serta memiliki cukup ilmu agama.
“ Hai lagi ngapain nih?” Sugeng menyapa aku dengan nada bersahabat
“ Biasa lagi nunggu Aan selesai kuliah” jawabku singkat
“ Kamu masih jalan bareng Aan?” kali ini nada bicara Sugeng sedikit berubah.
“ Iya emangnya kenapa??” aku menjawab dengan sedikit sengit.
“ Memang cinta adalah suatu yang buta, cinta bisa membuat kita terlena di dalam surga keindahan. Tapi cobalah untuk membuka mata, masih banyak wanita yang bisa memberikan cinta” Sugeng berlalu sambil meninggalkan aku.
Kata-kata Sugeng bermain di dalam pikiranku, mencoba menggoyahkan pilar-pilar cintaku. Tapi kata-kata Sugeng tak mampu berbuat banyak, kata-katanya hilang begitu aku melihat Aan berjalan mendekat ke arahku. Aku memberi kecupan kecil di dahinya. Menggenggam erat tangannya, berjalan menuju parkiran, di mana aku biasa memarkir motorku.
Hari ini aku berjanji untuk mengajak Aan keluar kota, menikmati malam bersama, jauh dari kota yang tak lagi ramah. Aku merasa ini adalah perjalanan paling indah yang pernah aku alami, perjalanan yang diiringi sejuta rasa cinta. Dari belakang jok motor, Aan memeluk mesra tubuhku, aku pun mencium punggung tangannya dengan penuh kehangatan. Sungguh indah.
Aku masih memegang tangan Aan ketika sebuah truk yang berada di depanku mengerem mendadak, membuyarkan kemesraan, mengganti keindahan cinta menjadi rasa takut akan kematian. Truk besar bermuatan semen itu kehilangan kendali. Semuanya terlambat. Aku tidak berhasil menghindar. Tubuhku tergeletak di aspal keras yang panas, tanpa rasa sakit. Aku menatap tubuh Aan yang tergeletak tak jauh dari tempatku berada. Aan menatap mataku memberikan senyuman yang terakhir. Aku mencoba bergerak menggapai tangannya, menggenggam erat tangannya agar dia tahu bahwa dia pergi dengan cinta. Mataku tak mampu lagi menatap, semua buram, sepertinya cahaya telah bercampur dengan kegelapan dari rasa takut akan kematian. Semua gelap. Sepertinya aku mati, tapi aku bangga mati bersama cinta. Bersama Andriyanto, seorang lelaki terindah yang pernah ada.

R.S Dewantoro
selanjutnya....

Kamis, 03 Juli 2008

cinta adalah energi

energi adalah kekal,tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, kita hanya bisa merubah bentuk energi ke energi yang lainnya. Setidaknya itu yang selama ini aku pelajari, ya energi memang kekal. Seperti pada mesin diesel, dimana terjadi pembakaran yang menghasilkan energi panas, torak yang ada merubah energi tersebut menjadi energi gerak, selanjutnya generator merubah energi gerak menjadi energi listrik. Sedangkan energi listrik sendiri bisa dirubah lagi menjadi bermacam energi. Sepintas terlihat bahwa sumber energi itu adalah solar sebagai bahan bakar, sepintas terlihat bahwa kita menciptakan energi dengan solar yang terdiri dari hidrokarbon sebagai sumbernya, tapi bukankah energi pembakaran yang dihasilkan itu adalah sebuah panas reaksi antara hidrokarbon dengan oksigen dari udara. Panas reaksi itu sendiri tercipta karena adanya selisih energi pembentukan dari masing-masing zat yang bereaksi. Energi pembentukan hidrokarbon sendiri bisa berasal dari proses/reaksi pembusukan dari sisa organisme atau mahkluk hidup,dan energi pembentukan oksigen bisa berasal dari proses fotosintesis tumbuhan. Memang jika terus merunutnya maka terlihat jelas bahwa semua itu hanyalah perubahan energi,kita tidak pernah dapat menciptakan atau memusnahkan energi, energi adalah kekal. Karena energi diciptakan oleh Sang Maha Kekal, hanya Tuhan yang bisa menciptakan dan memusnahkan energi.

Cinta adalah energi, energi positif yang ada di dalam diri kita. Seperti energi, kita juga tidak dapat menciptakan cinta, sebenarnya cinta adalah wujud perubahan dari energi positif yang lain, cinta bisa merupakan sebuah perubahan dari rasa sayang, rasa memiliki, persahabatan , kagum, atau mungkin perubahan dari belas kasihan.Ketika energi cinta berada di dalam diri kita, kita bisa merubahnya untuk menjadi sebuah energi yang mampu menjadikan kita untuk memberi dan saling berbagi. Kita bisa merubahnya menjadi sebuah energi untuk melakukan pengorbanan demi seseorang/sesuatu yang kita cintai. Energi cinta juga bisa membuat diri kita berubah, berubah menjadi orang yang lebih baik, berubah menjadi yang terbaik demi yang kita cintai.

Seperti torak yang mampu merubah energi pembakaran menjadi energi gerak, atau generator yang mampu merubah energi gerak menjadi energi listrik. Cinta membutuhkan kemauan, keberanian, keihklasan serta rasio pikiran. Kemauan merubah cinta menjadi perbuatan, sebuah tindakan nyata. Sedangkan dengan keberanian cinta akan menjadi sebuah pengorbanan, keberanian akan membuat kita mampu untuk mengambil segala resiko demi orang/sesuatu yang kita cintai. Tanpa kemauan dan keberanian, cinta hanya menjadi suatu perasaan yang terpendam, perasaan yang tak terungkap, menjadi sebuah hal yang tak pernah nyata. Keihklasan membuat cinta kita menjadi tulus, tanpa keihklasan kita tidak akan pernah mampu untuk memberi dan berbagi tanpa mengharapkan sesuatu yang lebih. Rasio pikiran adalah alat pengendali, mengendalikan segala tindakan dan perbuatan kita untuk tetap masuk akal.

Ketika cinta tersakiti, cinta tidak akan mati, seperti energi yang tak pernah musnah,cinta akan selalu ada. Energi positif cinta akan berubah menjadi energi negatif untuk membenci, menyakiti atau energi hanya untuk bersedih. Ketika kita kecewa cinta bisa berubah menjadi energi amarah yang luar biasa. Semakin besar energi cinta yang kita milikki, maka akan semakin luar biasa amarah yang ada. Tetapi betapa pun sakitnya hati kita, betapa pun kecewanya kita, cinta selalu ada di dalam hati kita, dan dengan sedikit kemauan, keihklasan serta keberanian untuk memaafkan cinta tidak akan berubah menjadi enegi negatif untuk menyakiti atau membenci atau menjadi amarah yang luar biasa, kita bisa merubah cinta menjadi persahabatan atau sebuah hal yang memberi kita pelajaran.

Bahkan ketika raga kita tak bernyawa, cinta juga tidak musnah. Cinta memberikan energi kepada orang yang kita tinggalkan untuk bersedih, untuk tetap menyimpan kenangan indah di dalam benak mereka. Memberikan energi kepada mereka untuk teap melanjutkan hidup, untuk menghadapi kenyataan. Cinta juga bisa memberikan semangat baru kepada orang yang kita tinggalkan, semangat untuk melanjutkan perjuangan yang kita lakukan, semangat untuk berbuat lebih baik daripada apa yang selama ini kita lakukan.Cinta tak akan musnah, karena sama seperti energi, cinta juga diciptakan oleh Sang Maha Kekal, hanya Tuhan yang mampu untuk menciptakan dan memusnahkan cinta.
R.S. Dewantoro
selanjutnya....

Jumat, 14 Maret 2008

Hanya Sekedar Gila

Aku mengambil sebuah bungkusan kain yang sudah hampir enam bulan ini selalu menemani aku, bungkusan kain kumal yang di dalamnya berisi beraneka macam barang, entah barang apa saja yang aku simpan di dalamnya. Aku mengambil setiap barang yang membuat aku tertarik, ada sandal bekas, bungkus makanan, pisau berkarat dan beberapa barang lain yang mungkin menurut beberapa orang sudah tidak beguna lagi. Dengan membawa bungkusan itu aku naik ke dalam kereta api. Membiarkan kereta besar ini membawaku pergi. Aku ingin pergi, hanya ingin pergi.
Petugas berbaju biru mulai meniup peluitnya menandakan bahwa kereta api sudah siap untuk berangkat, kereta api pun mulai berjalan pelan. Sangat menyenangkan sepertinya bukan kereta api ini yang berjalan tapi sepertinya bangunan-bangunan di sekitarku yang berjalan. Berjalan menjauhi aku, menjauhi aku yang gila.
Aku membuka bungkusan kain ku, mencoba mencari sesuatu, yang bisa aku makan. Aku menenemukan sepotong roti yang entah sejak kapan berada di dalam bungkusan kain ku. Bau dari roti itu membuat orang-orang di sekitar ku menutup hidung, aku tidak peduli, aku tetap memakan roti itu untuk mengisi perutku. Kereta ini sebenarnya cukup penuh, tapi entah kenapa tidak ada orang yang mau duduk di sebelah ku. Kursi yang seharusnya untuk dua orang ini aku tempati sendiri. Aku tidak peduli, karena aku semakin leluasa. Aku menyandarkan kepalaku ke dinding gerbong kereta ini, mataku terasa berat, hembusan angin dari jendela membuat aku semakin ngantuk. Akhirnya aku pun tertidur lelap.
******
Alam mimpi membawa aku terbang kembali ke kenangan masa lalu. Pagi itu seperti pagi hari yang biasanya aku bangun dari tempat tidurku, memulai aktivitas sebagai seorang ibu rumah tangga biasa. Hanya satu hal yang tidak seperti biasanya, pagi itu suami ku belum pulang ke rumah. Entah dia menghabiskan malam di mana dan bersama siapa, sungguh aku pun juga tidak tahu.
Aku mulai memasak, menyiapkan makanan untuk putri tunggal ku. Terdengar suara mobil suamiku memasuki halaman rumah kami. Tak lama kemudian suamiku masuk ke dalam rumah dan tanpa rasa bersalah dia langsung menuju kamar, tanpa menyapa atau sedikit berbicara dengan aku. Aku meninggalkan putri ku yang sedang menyelesaikan sarapan, menyusul suami ku ke dalam kamar untuk meminta penjelasan tentang kelakuannya.
“ Kenapa baru pulang? Dari mana saja kamu tadi malam? “dengan penuh nada curiga aku bertanya
“ Terserah aku mau kemana, itu bukan urusan mu!!” suami ku menjawab dengan jawaban yang membuat emosiku semakin memuncak
“ Dasar suami bajingan!! Malam-malam bukannya pulang ke rumah, malah kelayapan dengan pelacur!!” aku berbicara marah, tangan kanan ku mendarat keras di wajah suamiku.
Emosi suami ku juga memuncak, dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh ku. Membuat aku terjatuh ke lantai.
“ Jangan sekali-sekali kamu menyebut wanita itu pelacur!!Dia itu wanita baik-baik!! Dan dia berhubungan dengan aku karena dia mencintai aku! Tidak seperti kamu yang….” Kata-kata suamiku terhenti, dia memilih pergi, berjalan keluar kamar meninggalkan aku.
Seketika aku merasa gelap. Sepertinya emosi ku mulai menguasai diri ini. Aku tidak sempat lagi untuk berpikir jernih. Aku mengambil tongkat golf yang tesembunyi di dalam lemari pakaian. Mengejar suamiku yang berjalan tidak terlalu cepat, tanpa sempat menghindar, suamiku terjatuh terkena pukulan tongkat golf yang aku ayunkan. Tapi dia masih mencoba berdiri, dan dengan emosi yang masih menguasai aku kembali mengayunkan tongkat golf tersebut.
“ Mama jangaaaaan !!!” putri ku berteriak, tubuhnya tepat berdiri di depan suamiku. Aku tak sanggup utnuk menghentikan tongkat golf yang terlanjur aku ayunkan.
Kepala putri ku berdarah, tubuhnya tak berdaya, tak bergerak sedikitpun, nafasnya juga terhenti, putriku telah mati. Sementara suami ku yang sebelumnya juga terkena pukulan, juga melemah. Sinar matanya mulai redup, meninggalkan aku dan seluruh kehidupannya.
Aku hanya terpaku melihat mayat putri dan suamiku yang mulai membujur kaku. Aku tidak percaya dengan apa yang telah aku lakukan. Benarkah ini kenyataan??. Aku berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk yang aku lalui di malam hari dan menghilang ketika pagi datang. Dan itu yang membuat aku menjadi gila, aku tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.
******
Seorang petugas berbaju biru membangunkan aku, meminta tiket yang seharusnya dimiliki oleh semua penumpang kereta api ini. Aku menggelengkan kepala, tersenyum dan kemudian tertawa. Aku membuka bungkusan kain kumal yang berisi berbagai macam barang. Memamerkan barang-barang tak berguna yang aku punya, petugas itu hanya tersenyum dan kemudian pergi. Meskipun suamiku meninggalkan warisan yang cukup banyak, tapi saat ini aku tidak membawa uang sepeser pun, dan aku memang tidak butuh uang, aku sudah bisa hidup hanya dengan bermimpi dan berkhayal. Aku bisa hidup karena aku hidup dalam dunia yang ciptakan sendiri, dunia dimana tidak ada batas antara mimpi dan kenyataan.
Aku mengambil benda yang aku anggap cermin dari dalam bungkusan kain ku, mengambil sebuah sisir yang tak lagi bergerigi. Dan seperti wanita normal yang sedang berdandan, aku memegang “cermin ‘ itu di tangan kiri dan sisir di tangan kanan. Aku mulai bercermin dan menyisir rambutku, orang-orang di sekitar ku tertawa melihat aku berdandan. Mungkin mereka tertawa melihat gayaku yang lucu atau mungkin mereka tertawa melihat “cermin” yang aku gunakan, sebuah bekas bungkus makanan yang bagian dalamnya mengkilap sudah cukup untuk menjadi cermin ku.
Aku memandang sinis kepada orang-orang yang mentertawakan aku. Aku berkata dalam hati, mungkin jika mereka mengalami hal seperti yang aku alami, mungkin mereka tidak akan sekuat aku. Menghadapi hal seberat itu aku hanya menjadi gila, padahal aku yakin beberapa orang akan memilih bunuh diri jika menghadapi masalah seperti yang aku alami.
Sepanjang perjalanan kereta ini mereka tak pernah berhenti mentertawakan aku, menjadikan bahan obrolan yang membuat mereka tertawa. Aku hanya sekedar gila, tapi bukan berarti aku tak bisa marah. Aku ingin sekali marah, tapi sudahlah. Lebih baik aku kembali lagi ke dalam duniaku sendiri, dunia yang akan selalu sesuai dengan imajinasi ku.
Seketika aku menangis ketika mengingat kembali lagi masa- masa kelamku. Tak lama kemudian aku tertawa keras, entah apa yang membuat aku tertawa. Aku hanya ingin tertawa, toh tertawa kan tidak harus ada alasan, apalagi untuk orang gila seperti aku. Aku berdiri dari kursiku, aku berteriak, kemudian menangis dan kemudian tertawa lagi, terus berulang seperti itu. Orang – orang di sekitar aku yang semula tertawa kini mulai takut dan khawatir. Seorang petugas keamanan kereta mendatangi aku mencoba membuat aku tenang, tapi aku tetap tak terkendali, terus berteriak, menangis dan tertawa. Petugas keamanan itu menawari aku segelas es jeruk yang kelihatanya begitu nikmat dan segar, dan entah karena aku memang haus atau mungkin karena es jeruk itu begitu menggiurkan. Akhirnya aku duduk kembali, menimati es jeruk yang ternyata memang benar-benar nikmat.
Aku merasakan laju kereta semakin pelan, sepertinya kereta ini akan berhenti. Di stasiun Banyuwangi Baru kereta ini berhenti, pemberhentian terakhir dari kereta jurusan Surabaya – Banyuwangi. Bersama penumpang yang lain aku pun turun. Kali ini tidak ada yang memperhatikan aku, semua penumpang sibuk sendiri. Aku melangkah keluar dari stasiun, setelah agak jauh dari stasiun, sebuah mobil berhenti tepat di depan ku.
Pintu mobil terbuka, dan aku pun masuk ke dalamnya. Aku berganti baju dengan baju yang lebih pantas, bungkusan kain kumal itu sudah aku buang sebelumnya. Aku mengambil cermin dan peralatan make up yang sebenarnya, dan dalam sekejap penampilanku sudah seperti wanita nomral yang lain. Di dalam mobil juga ada seorang lelaki paruh baya, lelaki yang sudah lama menjadi selingkuhanku, jauh sebelum suamiku berselingkuh dengan wanita itu.
“ Kamu tidak lupa membawa semuanya kan?” aku bertanya kepada mas Rino
“ Tenang aja, semuanya ada di dalam tas koper itu, termasuk juga surat warisan dan surat-surat bukti kepemilikan harta suamimu” mas Rino menjawab, tangan kirinya menunjuk sebuah koper yang terletak di jok belakang.
Dengan mengendarai mobil kami pergi ke Denpasar, dan kemudian dari Denpasar kami langsung terbang ke Australia, untuk menikmati masa bahagia, setelah hampir 6 bulan aku harus menjadi “gila”, hanya sekedar gila.
R.S Dewantoro



NB : Terinspirasi dari seorang wanita yang aku temui di kereta api Mutiara Timur, dalam perjalanan dari Surabaya ke Probolinggo.
selanjutnya....

Lelaki Yang Pernah Mati

Sudah hampir semingu sejak aku dinyatakan bangkit dari kematian, seminggu yang lalu secara medis aku sudah dinyatakan mati, jantungku berhenti berdetak, paru-paru ku tak lagi menghembuskan udara dan otak ku juga tak bereaksi. Kematian ku begitu mendadak, aku tak pernah punya penyakit serius dan aku juga tak mengalami kecelakaan ataupun kejadian yang membunuhku, aku mati begitu saja. Tiba-tiba saja aku merasa di tempat yang asing, tempat yang gelap, dingin dan sepi. Tak ada cahaya yang menuntun jalanku, tak ada suara yang membimbing aku dan tak ada seorangpun yang menemani aku. Aku merasa ringan, melayang tanpa tujuan. Tapi yang aneh setelah dua hari kemudian aku hidup begitu saja, dokter terpintar pun tak bisa menjelaskan kenapa.
Kematian membuat aku lebih menghargai hiduip. Membuat aku mengerti betapa indahnya hidup yang aku jalani. Membuat aku mengerti betapa berartinya mereka yang aku cintai dan mereka yang mencintai aku. Aku sudah pernah mati dan aku yakin suatu saat aku akan mati lagi, tapi sebelum itu terjadi (lagi), aku harus melakukan sesuatu yang berarti. Sesuatu yang membuat orang mengerti tentang arti hadirku.
” Hai sayang udah lama nunggu ya? ” Arni menyapaku, dia adalah wanita yang sangat aku cintai dan aku yakin dia mencintai aku seperti aku mencintainya. Aku membalas sapanya dengan senyum dan kecupan kecil di dahinya. Setelah kematian itu aku menjadi lebih dekat dengan dengan Arni, sepertinya apa yang aku lakukan hanya untuk dirinya. Bahkan bukan kali ini aku melewatkan kuliahku hanya untuk menjemput dia dari kampusnya. Mungkin aku takut jika harus berpisah dengan dia lagi.
Arni benar-benar bidadari dalam hidupku, dia bukan wanita yang tanpa cela, hanya saja dia sempurna. Aku sanggup melakukan apa saja hanya untuk mebuatnya tersenyum, senyum yang menerangi sisi gelap dunia, senyum yang memberi aku semangat dan kekuatan, membuat hidup menjadi mudah. Demi Tuhan Sang Pencipta cinta, aku tak akan pernah mengkhianati cinta yang dia berikan. Mungkin aku harus berterima kasih kepada dewa maut yang telah menunjukkan berartinya cinta Arni.
*****
Mata ku sayu menatap ombak yang tak pernah berhenti. Suara air yang mencoba meraih pantai mendesir, mengiringi hembusan nafas yang penuh cinta. Tangan ku menggenggam erat tangan mungil Arni, sesekali aku mencium punggung tangannya yang tampak mulai kedinginan. ” Aku mencintai mu” aku berbisik mesra, Arni hanya tersenyum. Mengusap rambut ku, dan mengambil beberapa butir pasir yang menempel. Menyandarkan kepalanya di dalam pelukan ku.
Aku menatap matanya, memberikan ciuman di bibir merahnya dan entah bagaimana cinta mulai mnghangatkan gairah. Membiarkan tubuh kami yang tanpa busana beradu mesra. Tubuh kami bersatu dalam cinta, nafas kami mendesah berirama, seperti menyanyikan lagu tentang kenikmatan.
*****
Aku merasa bersalah kepada Arni, karena aku telah menodai cintanya dengan nafsu dan gairah yang penuh dosa. Tapi kejadian malam itu membuat aku jauh lebih mencintai dia.
Aku berdiri di halaman kampusnya, seharusnya Arni sudah keluar dari kampusnya sejak satu jam yang lalu. Mungkin dia sedang ada kuliah tambahan atau mungkin dia sedang ada bimbingan, apalagi dia saat ini sedang mengerjakan tugas akhir. Dua jam berlalu tapi Arni belum juga keluar dari kampusnya. Aku mencoba menghubungi ponselnya tapi sia-sia, ponselnya dimatikan. Tanpa banyak kata aku langsung pergi ke rumahnya, berharap bisa menemuinya. Tapi percuma tidak ada seorang pun di rumahnya yang mau berbicara dengan aku, tidak ada yang mau menemui aku. Mereka seperti menganggap aku tidak ada.
Apakah kejadian malam itu yang membuat Arni dan keluarganya menjadi seperti ini. Mungkin mereka marah karena aku telah menodai putri yang mereka banggakan. Mungkin mereka sangat marah...
*****
Seminggu telah berlalu tapi aku masih belum bisa menemui Arni, ponselnya tak pernah aktif. Dia juga tak pernah kuliah dan keluarganya pun menutup mulut dan hati mereka dengan rapat. Mereka enggan berbicara dengan aku. Sementara aku semakin merasakan rindu yang semakin menggebu. Tanpa tatapan matanya hidup ku terasa hampa, tanpa senyumannya aku merasa lemah.
Dengan tanpa harapan aku pergi lagi ke rumahnya, berharap kali ini aku mendapat perlakuan yang lebih baik, tapi sia-sia, semuanya masih sama. Aku memutuskan untuk menunggu di depan rumahnya, dengan harapan dia mau keluar untuk menemui aku.
Lebih dari dua jam berlalu,tapi Arni belum juga keluar untuk menemui aku. Aku melihat pintu garasi rumahnya terbuka, sebuah sedan keluar dari pagar rumahnya. Aku melihat Arni dan ayahnya di dalam mobil itu. Aku segera mengikuti kemana mobil itu pergi mobil Arni berhenti di depan sebuah gedung berlantai dua dari bentuk bangunannya sepertinya itu rumah sakit, bukan rumah sakit biasa, tapi rumah sakit jiwa. Aku kembali bertanya tentang apa yang terjadi pada Arni.
Arni dan ayahnya masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya ruang praktek seorang dokter ahli penyakit jiwa, tak lama kemudian ayahnya keluar dari ruangan itu , meninggalkan Arni di dalam. Aku memalingkan muka beruasaha agar tak terlihat oleh ayahnya.
Pintu ruangan itu terbuka, berharap Arni yang keluar dari ruangan itu, ternyata benar Arni keluar dari ruangan itu. Dia melihat ke arah ku, menatap diriku sejenak, dan kemudian pergi begitu saja seolah tak pernah melihat aku. Aku segera berlari mengikutinya.
” ARNI !!!” aku memanggilnya dengan keras, memastikan dia bisa mendengar suaraku. Arni menoleh ke belakang, menghentikan langkahnya.
” Arni, aku hanya ingin bicara. Beri kesempatan aku bicara.”
” Ikuti aku, aku tidak bisa berbicara denganmu di sisi ” Arni menjawab dengan suara lirih.
Arni mengajakku ke sebuah tempat yang sepi, sangat sepi. Sepertinya aku pernah ke tempat ini, tapi aku tidak tahu tempat ini, seperti sebuah pemakaman.
” Kenapa kamu menjauhi aku? Apa karena kejadian malam itu ?”
” Bukan, bukan karena malam itu. Malam itu tak terjadi apa-apa”
“ Apa maksudmu? Bukankah malam itu kita berdua benar-benar menikmatinya, menikmati cinta dan gairah yang berpadu menjadi satu. Aku mengerti jika karena kejadian itu kamu menghindar untuk bertemu aku. Mungkin kamu kecewa karena aku tak bisa memisahkan antara cinta dan nafsu. ” aku berbicara panjang, menunjukkan aku yang tak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Arni.
” Bukan . Aku menjauhi mu karena kamu tidak nyata, kejadian malam itu tidak nyata. Semua hanya ilusi, kamu sudah mati. ” Arni menjawab dengan kata-kata yang membuat aku lebih tidak mengerti.
” Aku memang sudah pernah mati, tapi aku hidup lagi. Aku hidup lagi untuk kembali mencintai mu. Dan sekarang aku di sini, masih mencintai mu.”
” Kamu sudah mati, dan sekarang kamu masih mati. Saat ini kamu hidup hanya sebagai ilusi, sebagai bayangan yang tercipta dari hati dan pikiran ku. Hatiku yang terluka dan pikiran yang hampa karena kesedihan yang begitu hebat. Aku merasa sangat kehilangan, kematian mu yang mendadak membuat jiwaku guncang.” Arni berkata dengan mata yang mulai basah, tangannya menunjuk ke sebuah makam, makam yang bertuliskan nama ku.
” Tapi jika aku hanya ilusi, bagaimana aku bisa menjadi begitu nyata. Aku bisa menyentuh mu, berbicara dengan mu, membelai tubuh mu dan merasakan nikmatnya nafsu. ”
” Itulah rahasia alam pikiran manusia, sama seperti mimpi. Di dalam mimpi kita bisa merasakan sakit dan ketakutan, bahagia dan gembira, sama seperti yang kita rasakan di alam nyata. Karena sebenarnya mimipi dan kenyataan itu sama, sama-sama terjadi karena impuls listrik di sistem syaraf kita (*).” Arni mencoba menjelaskan kepada aku.
” Pernahkah kamu bertanya, kenapa setelah bangkit dari kematian kamu hanya memberikan waktu mu untuk menemani aku. Kenapa kamu tidak punya kehidupan lain, selain menjadi seorang yang mencintai ku. Semua itu karena aku yang menciptakan mu, aku membuatmu hanya untuk menemani aku, hanya untuk mencintai aku. ”
Aku terdiam, apa yang dikatakan Arni memang benar, aku tak punya kehidupan, selain sebagai seorang kekasihnya.
” Jika memang seperti itu, biarkan aku seperti ini. Menjadi bayangan dan ilusi yang terus menemani dan selalu mencintai. ”
” Tidak aku harus kembali ke kehidupan nyata. Aku harus melupakan mu dan karena aku yang menciptakan mu, aku juga yang akan memusnahkan mu. Dokter ahli jiwa itu telah mengajari aku bagaimana cara untuk mnejauhkan diri mu dan sekarang aku sudah tahu bagaimana cara untuk memusnahkan mu. ”

Aku tak mampu berkata, tak sanggup untuk melawan. Aku hanya bagian dari kesedihan, hanya air mata yang tak terhapuskan atau hanya sebuah luka yang menganga. Semuanya kembali gelap, dingin dan sepi, tubuh ku mulai terasa ringan, kembali melayang tanpa tujuan.

R.S. Dewantoro
selanjutnya....

Aku dan Kamar Mandi

Aku masih terdiam di sini, di sudut sebuah kamar mandi. Meratapi nasib yang tak lagi jelas. Mencoba menangis dan mengadu ke dinding-dinding di sekitarku. Aku menatap ke sekeliling, melihat dinding kamar mandi ini yang tak lagi indah. Cat dindingnya mulai mengelupas, lantainya kotor dan licin, ditambah lagi dengan bau tidak sedap yang mengaharumkan seluruh ruangan. Kamar ini telah menjadi bagian dalam hidupku, di tempat ini aku biasa mengadu . Mencurahkan seluruh isi hatiku, seluruh amarahku dan seluruh kekesalan ku terhadap dunia dan isinya. Dinding-dinding hanya diam, menyaksikan aku yang larut dalam kesedihan. Dinding tetap diam, tidak seperti biasanya dinding-dinding ini masih terdiam, padahal biasanya dinding-dinding ini mau berbicara dengan aku, bicara tentang apa yang dialaminya sepanjang hari.
“ Hai kamu yang sedang sedih,apa kabarmu?” dinding ini mulai bicara mencoba menyapa aku.
“ Seperti biasa, aku masih merasa tersisih, merasa tak berguna dan merasa tak berdaya” jawabku dengan nada suara yang tak karuan.
“ Seharusnya kamu masih bersyukur karena telah diciptakan sebagai mahkluk yang hidup, tidak seperti aku yang tercipta sebagai benda mati yang hanya menjadi tempat manusia untuk membuang kotoran” dinding mencoba memberiku nasihat.
“ Seandainya aku masih bisa memilih, aku akan memilih untuk diciptakan sebagai benda mati, paling tidak aku nggak akan mempunyai perasaan yang justru membuatku sengsara”
“ Ah kamu…” dinding itu hanya menghela nafas , seolah tak mengerti dengan apa yang aku rasakan.
Kami berdua terus berbicara, saling bercerita tentang apa yang kami alami. Dinding kamar mandi berkeluh kesah kepadaku tentang manusia-manusia yang kurang bertanggung jawab, mereka kadang seenaknya membuang kotoran dan meninggalkan kamar mandi begitu saja tanpa terlebih dahulu membersihkanya. Dia juga bercerita tentang beberapa manusia yang menggunakan dia sebagai tempat untuk melepas nafsu bejat mereka. Aku tidak banyak berkomentar terhadap cerita darinya, sepenuhnya aku mengerti bagaimana rasanya menjadi sesuatu yang dilupakan, sesuatu yang tak berdaya dan tak berguna.
Kamar mandi ini memang tak seluas dunia, tapi bagiku kamar mandi ini jauh lebih bersahabat daripada dunia ini dan isinya. Bagiku kamar mandi ini adalah tempat teraman dan ternyaman yang ada di dunia.
Kami masih terus berbicara, kali ini aku yang bercerita. Aku bercerita bagaimana cara dunia dan isinya memperlakukan aku. Mereka sangat tak bersahabat dengan aku. Mereka mengacuhkan aku, bahkan mereka menganggap aku seperti sampah. Manusia-manusia itu seolah-olah tak pernah merasakan kehadiran ku. Dunia ini seperti tak pernah peduli dengan kehadiranku. Aku muak dengan sikap mereka, aku membenci mereka dan aku marah terhadap dunia dan isinya.
Kadang aku bertanya kepada diriku sendiri, apakah Tuhan hanya mampu menciptakan aku dan tidak mampu untuk mengurus aku. Tapi bukankah Tuhan adalah Dzat yang serba Maha, Dzat yang Maha Kuasa dan juga Maha Bisa, dan seharusnya dengan segala kuasa yang dimiliki-Nya, Dia bisa memberikan sedikit rasa peduli kepada dunia dan isinya. Tapi kenyataan berbicara lain, dunia dan isinya tetap tak pernah peduli terhadap aku.
Aku masih di dalam kamar mandi dan masih terus berbicara.
“Apakah kamu tahu dengan sesuatu yng namanya cinta? ” Tanya kamar mandi kepadaku.
“ Cinta adalah sesuatu hal yang sangat rumit untuk dijelaskan. Dan sebagai yang tersisih aku tidak begitu tahu mengenai cinta.”
“ Aku rasa cinta itu sesuatu yang aneh, aku biasa mendengar kata cinta ketika ada manusia yang sedang melampiaskan nafsunya” kata kamar mandi
“ Aku rasa cinta bukan hanya sekedar kata meski mungkin cinta tak pernah nyata” aku balik menimpali.
Cinta buatku memang suatu hal yang tidak nyata, bukan hanya karena aku tidak pernah merasakannya tapi juga berdasar kenyataan, jika cinta itu benar nyata kenapa umat manusia masih sering berselisih antar sesama. Padahal seharusnya cinta dapat membawa damai di jiwa.
Aku berjalan keluar dari kamar mandi. Aku melihat seorang wanita berjalan ke arah ku. Dan seperti biasa, wanita itu tak menghiraukan aku, dia terus berjalan tanpa melihat aku. Bahkan ketika aku tepat di hadapannya dia masih tidak melihat aku. Dia tetap melangkahkan kakinya dan naas bagiku, kakinya tepat menginjak tubuhku. Tubuh ku remuk.
Aku memang hanya seekor KECOA, tapi apakah aku memang pantas untuk diinjak begitu saja. Apakah aku tidak berhak untuk berharap akan kehidupan yang lebih baik. Apakah aku memang tidak pantas untuk berharap. Memang tidak akan ada satupun keluarga ku yang menangisi kematian ku, tapi itu bukan karena mereka tidak punya hati untuk bersedih, itu semua hanya karena mereka tidak dikaruniai kelenjar air mata. Mungkin Tuhan menganugerahkan kelenjar air mata pada mahkluk yang salah, manusia yang memiliki kelenjar air mata yang sempurna, sering menyalahgunakannya untuk melakukan dusta dan kebohongan, atau mungkin manusia hanyalah mahkluk yang tidak pernah tahu cara untuk berterimakasih. Tubuh remuk ku menggeliat, ganglion-ganglion ku seolah tak berfungsi, cairan tubuh ku yang berwarna kuning dan kental mengalir keluar, sepertinya aku akan mati. Akhirnya aku mati, masih sebagai yang tersisih.

R.S. Dewantoro selanjutnya....